Tidak Punya Waktu?

Sebaik-baik Manusia

 

Oleh: Diday Tea

 

“Saya tidak punya waktu!”

Itu adalah alasan klasik dari orang-orang pemalas. Baik pemalas duniawi atau pemalas ukhrowi. Pemalas urusan dunia, atau pun pemalas urusan akhirat.

Buat saya, itu adalah pernyataan yang sangat bisa dibantah. Bagaimana bisa dia tidak punya waktu? Setiap orang, tanpa kecuali, pasti diberi “jatah” yang sama, dua puluh empat jam per harinya. Orang-orang besar di dunia ini memiliki jatah waktu yang sama, dua puluh empat jam. Orang-orang biasa seperti kita pada umumnya juga tentunya memiliki jatah waktu yang sama tanpa berbeda sedikit pun.

Perbedaaan mereka dengan kita orang-orang yang biasa-biasa saja ini hanyalah takdir Allah dan bagaimana mereka mengatur waktu mereka.

Ada orang yang dalam waktu dua puluh empat jam bisa mengurus negara.

Tapi ada juga orang, dengan jatah waktu yang sama mengurus dirinya sendiri tidak bisa.

Ada orang yang jauh lebih sibuk dari kita tapi dia bisa membaca minimal satu Juz Al Qurán, tapi ada orang yang sekedar mendirikan sholat tepat waktu saja sudah berjuang mati-matian. Dengan alasan itu tadi, “sibuk”.

Masalah sesungguhnya bukan pada jumlah waktu yang tersedia, akan tetapi melulu hanya kemalasan dan kekurangmampuan untuk mengelola waktunya dengan benar.

Ada konglomerat yang sejak baligh sampai sekarang hampir tidak pernah melewatkan sekali pun sholat Dhuha.

Tapi ada orang-orang yang secara duniawi juga kesusahan, tapi boro-boro sholat Dhuha, sholat wajib pun kadang terlewatkan.

Ada pengacara kondang yang sudah sejak pagi-pagi buta memulai aktifitas dan seharian bisa mengurus urusan klien seabrek-abrek. Tapi ada juga orang biasa saja yang bangun tidur pagi saja sudah merupakan keajaiban.

Ada ulama besar yang setiap perjalanan ke luar kota pasti bisa menyelesaikan satu naskah buku untuk umat, tapi ada juga orang yang bermimpi menjadi penulis, tapi selalu menyalahkan kesibukan dan kegiatan sebagai alibi kemalasan dirinya untuk menulis setiap hari.

Mereka adalah yang belum bisa mengatur skala prioritas.

Dan malas.

Penyebab utama seseorang menjadi malas untuk memasuki “dunia baru”, atau mempelajari sesuatu yang baru, atau belajar, adalah kurangnya motivasi. Ketika seseorang sudah berada di dalam zona nyaman di dalam kehidupannya, akan semakin kurang pula keinginannya untuk belajar.

Padahal, Kata Jim Collins, yang dikutip oleh Rhenald Kasali dalam bukunya, Change! “Good is The Enemy of The Great”. Kondisi bagus adalah lawan dari kejayaan. Orang yang sudah puas akan berhenti belajar dan menjadi angkuh. Pada saat itulah kita menghadapi ujian yang sesungguhnya di dalam kehidupan kita.

Segeralah keluar dari “tempurung” anda, buka mata anda terhadap dunia yang sekarang. Hiduplah di masa kini. Jangan lekas berpuas diri dengan kesuksesan diri anda di masa lalu, karena bisa menjebak anda di dalam pandangan sempit tentang kehidupan anda yang sebenarnya sangat luas tak terhingga.

Di masa kini kita hidup di dunia tanpa batas, di dunia yang memanjakan kita dengan kemajuan teknologi yang terus berkembang dengan kecepatan yang sulit kita bayangkan.

Semua orang bisa menjadi ahli dalam bidang apa pun. Hanya dengan memanfaatkan dahsyatnya kecepatan dan ketersediaan informasi dan ilmu di dunia maya.

Segala macam ilmu bisa kita pelajari. Dari ilmu duniawi sampai ilmu akhirat, semua terhampar dengan luas di dunia yang sudah hampir tanpa batas.

Kenapa sih, kita harus repot-repot menambah skill, menambah kemampuan, menambah wawasan?

Jawabannya adalah salah satu hadits Rasulullah SAW:

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR Ahmad).

 

Yakinlah bahwa masih banyak yang bisa kita lakukan untuk terus menjadi lebih baik!

Belajarlah ilmu dunia dan ilmu agama sebanyak-banyaknya agar bisa menjadi manusia yang lebih bermanfaat untuk sebanyak mungkin orang lain di muka bumi.

 

Doha, 24 Oktober 2018

#30dwcjilid15 #30dwc #30dwcjilid15squad7

 

 

 

Luar Biasa Tapi Hampir Tak Bisa

Oleh: Diday tea

Walau pun kelopak mata masih terasa berat, tapi karena saya sudah terbiasa, dengan sedikit usaha saja saya bisa beranjak dari tempat tidur menuju ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.

Padahal waktu Subuh masih dua jam lagi.

Setelah melakukan sholat dua rokaat pemanasan akhirnya selesai juga sholat tahajud dan witir sebelas rokaat. Setelah bermunajat dan mengaji Al Qur’an sampai kira-kira setengah jam sebelum waktu Subuh, saya bergegas mandi agar bisa segera tiba di mesjid sebelum adzan.

Setelah sholat subuh berjamaah di mesjid, selalu saya rutinkan berdzikir dan mengaji Al Qur’an sampai waktunya sang Mentari terbit. Agar saya tidak melewatkan pahala setara haji dan umroh.

Di sela-sela pekerjaan, saya selalu sempatkan sholat Dhuha minimal delapan rokaat, agar hajat saya selalu terpenuhi.

Tidak pernah saya lewatkan sholat berjamaah di mesjid, berikut sholat Rawatibnya.

Dari Maghrib sampai Isya, saya sekeluarga hampir tak pernah melewatkan mengaji dan menghafal Al Qur’an.

Di perjalanan berangkat dan pulang dari pekerjaan pun saya hampir selalu menyempatkan diri untuk mengaji, minimal One Day One Juz.

Dan sebagai penutup, sebelum tidur saya tidak pernah melewatkan sholat sunnah dua rokaat.

Luar biasa bukan?

Begitulah contoh rutinitas yang menjadi keinginan dan impian saya sejak masih berseragam Putih-Abu.

Walau pun sesekali dalam setahun bisa seperti itu, tapi tidak istiqomah.

Sayang sekali, rutinitas seperti di atas hampir tidak mungkin atau mustahil untuk saya seorang pekerja shift.

Dan untuk orang umum dengan profesi sebagai karyawan seperti saya sepertinya sangat sulit untuk melakukan rutinitas ibadah sedahsyat itu.

Kendalanya ya seputar pengaturan waktu, energi yang terlanjur habis dihisap oleh lelahnya tekanan pekerjaan, dan banyak lagi.

Sering-seringlah berdo’a dan minta dido’akan agar kita diberi keluasan rejeki menjadi orang kaya yang sholeh, sehingga kita bisa mendapatkan kesempatan melakukan rutinitas ibadah yang lebih baik.

Selama itu belum terwujud, maksimalkan waktu ketika iman kita sedang naik. Maksimalkan energi untuk ibadah ketika tidak sedang kepayahan sehabis bekerja.

Maksimalkan kebersamaan bersama keluarga selagi kita tidak berada di dalam kubangan dan tumpukan pekerjaan.

Insyaallah kita bisa!

Doha, 23 Oktober 2018

#30dwcjilid15 #fighter #30dwcjilid15squad7

Missing Tile Syndrome

Oleh: Diday Tea

Jam sepuluh malam, di suatu rumah orang kaya.

“Bibiiiiiiiii..!” Tiba-tiba terdengar suara yang menggelegar di tengah hari bolong. Seperti jurus Auman Singa Ibu kontrakan di film Kung Fu Hustle.

Si Bibi pun dengan tergopoh-gopoh menyeret tubuh kurusnya ke arah ruang tengah.

“Bibi tadi ngepel ruang tengah?!” Tanya sang majikan dengan mata melotot dan wajah mendelik yang jauh dari indah untuk dipandang.

Ya bayangkan saja wajah si Ibu kontrakan di film Kung Fu Hustel tadi.

“Bbbbetul, Bu..!”Jawab si Bibi dengan terbata dan bibirnya hampir tidak bisa terkatup karena bergetar.

“Kenapa ini satu ubin di pojokan ngga bersih? Maassiih kottooor!” Sang majikan langsung menimpali bahkan sebelum mulut si Bibi terkatup.

“Mmmaaaf Bu…sepertinya itu memang terlewat tadi. Karena ruang tengah adalah yang terakhir saya pel. Saya juga mengepel lantai di ruang makan, dan semua lima kamar di rumah.” Si Bibi menjelaskan lagi dengan masih terbata-bata.

Si Majikan ini adalah contoh definisi terbaik salah satu “penyakit jiwa” yang melanda hampir setiap orang, mungkin termasuk kita juga.

Dia fokus kepada satu ubin yang masih kotor di pojok salah satu ruangan.

Dia lupa kalau di rumah itu ada beberapa ruangan, dan ratusan ubin yang sudah si Bibi bersihkan sampai kinclong mengkilat.

Sebegitu banyaknya ubin yang bersih tidak bisa dia syukuri, tidak bisa dia sadari hanya karena satu ubin yang kosong.

Itulah Missing Tile Syndrome.

Pengertian umumnya ya adalah perasaan selalu kurang dengan apa yang dimiliki.

Selalu merasa tidak lengkap.

Lebih fokus kepada yang tidak ada dibanding yang sudah ada. Lebih fokus kepada yang tidak dimiliki dibanding baanyak sekali hal-hal yang sudah dimiliki.

Terlalu sibuk meminta kepada Allah, tapi lupa mensyukuri betapa banyak yang Allah beri tanpa kita minta.

Bukankah syukur akan menambah nikmat?

Dalam bahasa Agama, disebut “kufur nikmat”.

Surah Ibrahim, Ayat 7:

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

#fighter #30dwcjilid15 #Day2 #30dwcjilid15squad7

Doha, 22 Oktober 2018

Duh, Doha Banjir!

Oleh: Diday Tea

Doha? Banjir?

Maksudnya Doha ibukota Qatar. Negara yang ada di Timur Tengah, negara yang hampir semua areanya adalah gurun pasir? Gurun pasir kan panas? Mana mungkin bisa banjir? Hujan saja jarang kan?

Temen-temen tidak salah membaca. Memang Doha Banjir.

Secara umum, di wilayah Timur Tengah hanya ada dua musim, musim panas dan musim dingin. Tidak terlalu ekstrim, tapi sangat terasa perbedaannya. Di puncak musim panas, suhu bisa mencapai lima puluh derajat Celcius, dan sangat lembap. Kalau musim dingin, seingat saya temperatur paling rendah di daerah perkotaan mungkin hanya 10 derajat Celcius. Tidak terlalu sulit untuk beradaptasi dibanding musim panas. Hanya yang perlu diwaspadai adalah hembusan angin dingin yang bisa seketika membuat kulit kering dan bibir pecah-pecah, atau badai pasir di musim panas yang bisa sangat berbahaya.

Di antara dua musim ini ada ada semacam musim pancaroba, di mana suhunya sangat enak, sangat mirip seperti suhuh di daerah Indonesia yang sejuk seperi Bandung. Kami yang tinggal di Qatar sangat menikmati suhu yang tiak terlalu dingin dan angin sepoi-sepoi walau pun hanya 1-2 bulan itu.

Entah karena global warming yang memicu anomali cuaca di seluruh dunia, atau penyebab yang lain, beberapa tahun ini memang hampir selalu terjadi banjir di Doha, Qatar, kota tempat saya tinggal hampir selama sebelas tahun ini.

Akhir Oktober seperti sekarang adalah penghujung musim panas, dan biasanya diawali dengan hujan yang hanya gerimis. Semacam salam perpisahan untuk musim panas dan salam pertemuan dengan musim dingin.

Tapi, kalau saya tidak salah menghitung, empat sampai lima tahun belakangan ini salam perkenalan dari sang musim dingin tidak selembut biasanya. Salam perkenalan datang dengan mulai sangat keras. Di beberapa area bahkan sampai terjadi hujan es, seperti di Indonesia.

Kemarin, tanggal 20 Oktober 2018 Hujan langsung turun deras dan lebat hampir seharian hampir di seluruh wilayah Qatar. Kalau hujan lokal sudah datang ke beberapa kota di bagian Selatan dan Utara Qatar.

Banjir akhirnya tetap melanda, walau pun Pemerintah sudah menyiapkan solusi sejak pertama kali banjir melanda Qatar beberapa tahun yang lalu. Hujan kemarin seperti hujan di negara tropis, lebat dan lama, dari pagi sampai sore. Di jalan-jalan utama, Dinas Pekerjaan Umum setempat sudah membuat modifikasi gorong-gorong untuk membuat saluran air hujan. Yang paling keren, mereka menyiapkan banyak sekali truk penyedot air yang siap siaga di titik-titik rawan banjir.

Tidak lama kemudian sudah tak terhitung postingan tentang banjir dan hujan yang sudah berseliweran di group Whatsapp dan sosial media lainnya. Bahkan ada beberapa yang kurang beruntung terkena dampak banjir kemarin, sehingga mobilnya tenggelam di area parkiran atau rumahnya dimasuki banjir sampai betis.

Ada beberapa jalan utama di Doha yang ditutup untuk menanggulangi banjir secepat mungkin.

Tapi kerennya nih, hanya dalam watu semalam, semua titik banjir sudah kering.

Lalu-lintas pun sudah lancar kembali di jalan-jalan utama karena layaknya Sangkuriang, Truk-truk penyedot banjir dan petugas-petugas dari Civil Defense berjibaku semalaman untuk membersihkan titik-titik yang terkena banjir di seluruh penjuru kota.

Jika kita hanya sekedar membaca berita untuk pengetahuan dan informasi saja  tentunya tidak apa-apa.

Tapi, sebagai seorang muslim, kita harus bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian dan episode hidup yang kita alami.

Buat saya sih ini hikmahnya:

  1. Kita harus belajar dari kesalahan agar tidak terulang kembali di masa depan. Ini ditunjukkan dari sigapnya Pemerintah Qatar untuk memodifikasi gorong-gorong dan membuat saluran air jalan-jalan yang rawan banjir.
  2. Manusia hanya bisa berencana. Tapi Allah yang menentukan. Walau pun mitigasi di atas sudah dilakukan, tapi tetap saja masih terjadi banjir dan menyebabkan kekacauan untuk beberapa saat, karena tidak ada yang tahu dan mengira, hujan yang datang akan sederas dan selama seperti kemarin. Padahal sepanjang akhir pekan memang sudah diperkirakan akan terjadi hujan di wilayah Doha dan sekitarnya.
  3. Selalu punya rencana cadangan untuk rencana-rencana kehidupan kita. Semalaman Civil Defense mengerahkan lebih banyak armada truk penyedot air untuk segera menanggulangi banjir di banyak titik di Doha dan sekitarnya.

 

Semoga bermanfaat!

 

 

Doha, Qatar

21 Oktober 2018

Ini adalah tulisan pertama dari #30dwcjilid15

#pejuang30DWC

#30dwcjilid15Tulisan Day 1 Doha Banjir

ORANG KAYA YANG BIKIN IRI

 

Oleh: Diday Teaharta halal yang banyak 3

 

Beberapa hari ini di dunia maya sedang viral tentang kelucuan netizen Indonesia yang membuat parodi status yang berhubungan dengan film Crazy Rich Asian, dengan tagar #crazyrichsurabayan dan #crazyrichkalimantan.

Tulisan ini kurang lebih berkaitan dengan orang kaya, walau pun tidak sekaya tokoh di dalam film itu, apalagi salah satu #crazyrichkalimantan yang dari gerbang depan sampai ke pintu utama rumahnya saja perlu waktu lima belas menit naik mobil, atau yang jalan-jalan ke depan kompleks memakai helikopter.

Di Doha, Qatar, tempat saya tinggal periode antara Juni sampai Oktober adalah musim panas.

Suhu di tengah hari bolong bisa mencapai hampir lima puluh derajat Celcius.

Orang-orang yang bekerja di dalam ruangan seperti saya sangatlah beruntung, tidak harus berjuang menghadapi panas yang sangat menyengat itu. Hanya pada momen-momen tertentu saja  harus berkontak langsung dengan sang musim panas yang masih saja menakutkan. Even for orang like me yang sudah almost sebelas tahun working di daerah Middle East yang which is seharusnya sudah biasa dong, tapi still very difficult banget untuk adjusting myself to the summer yang sangat panas dan torturing banget. Aduh maaf, saya agak sedikit terpengaruh dengan #bahasaanakjaksel.

Di bulan September seperti sekarang ada bonus yang datang mengiringi suhu yang sangat panas itu. Kelembapan udara yang sangat tinggi.

Sehingga, efek panasnya akan berganda. Ya panas, ya lembap.

Rasanya seperti anda ditiup oleh hair dryer, lalu membuka Rice Cooker yang uapnya langsung membelai panas wajah dan leher anda. Kurang lebih seperti itu. Seperti setiap saat anda akan merasa menjadi bolu kukus atau kue putu. Perawatan dan pemutihan kulit semahal apa pun tidak akan berguna. Karena kulit saya memang berwarna sawo terlalu matang yang jatuh dari pohon tetangga. Coklat Tua.

Periode musim panas seperti ini memang tidak lama, tapi sangat “bermakna”.

Sampai-sampai kami orang Indonesia yang bekerja di Qatar punya peribahasa sendiri: “Winter setahun terhapus oleh Summer Empat Bulan”.

Agak sedikit maksa sih, tapi itu memang sangat mewakili tantangan yang harus kami hadapi yang  bekerja di tengah gurun.

Salah satu waktu ketika saya harus menghadapi suasana seperti itu adalah ketika berangkat Sholat Jumát.

Demi mendapatkan keutamaan datang awal waktu di awal Sholat Jumát, saya selalu mengusahakan datang setengah jam sebelum waktu Zhuhur. Selain keutamaan pahala, saya juga sejujurnya mengincar tempat parkir yang dekat mesjid. Karena ada atapnya. Sehingga mobil tidak akan terasa terlalu panas. Karena walaupun bermesin 5.7 Liter, tetap saja kalau diparkir di bawah sinar matahari langsung, pendingin mobil tetap memerlukan waktu yang lumayan lama untuk bisa menurunkan suhu agar sedingin kantor bank di Indonesia.

Tetapi, setiap saya datang bersama si sulung, baris  pertama hampir selalu terisi pernuh, dan tempat parkir di dekat mesjid yang ada atapnya itu juga sudah penuh terisi.

Baris pertama sudah hampir penuh oleh beberapa pria setengah baya dan dewasa berumur 40-50an. Ada beberapa yang sepertinya berusia lanjut tapi terlihat masih segar dan mereka seperti sudah janjian sebelumnya. Selalu mengisi tempat yang sama. Baris pertama pojok kiri.

“Jam berapa mereka datangnya ya?” Tanyaku pada si sulung,

“Mungkin mereka datang earlier than us Pih, which is maybe much more lebih cepet dari half an hour” Jawabnya dengan #bahasaanakjaksel yang sedang sangat happening di dunia maya itu.

Ya wajar sih, soalnya sejak TK enol besar dia sudah bersekolah di sini, yang bahasa pengantarnya bukan Bahasa Indonesia apalagi bahasa Sunda seperti orangtuanya.

“Oke A, kita coba datang earlier next Friday!” Kataku dengan semangat.

Jumát depannya, saya dan si sulung datang empat puluh lima menit sebelum Zhuhur.

Eh, ternyata, masih seperti itu juga. Parkiran penuh dan shaf pertama hampir penuh.

Tapi hari itu kami beruntung. Kami bisa duduk di shaf pertama.

Ketika saya dan si sulung baru saja selasai shalat tahiyyatul mesjid, tiba- tiba tercium khas parfum Arab Oud yang wanginya mengalahkan parfum biasa-biasa saja yang aku dan si sulung pakai.

Sesosok pria dewasa, berumur pertengahan empat puluhan berdiri sholat  di sebelahku dengan pakaian khas berwarna putih dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. Mungkin tinggi badannya sekitar 185 centimeter. Ya tipikal sosok orang Arab pada umumnya deh, yang pasti kalau dibandingkan langsung dengan saya jauh sekali bagaikan bumi dan Galaxy Andromeda. Jauh banget.

Ketika tahiyyat akhir, tak sengaja mataku tertuju kepada jam tangan yang melekat di tangannya.

Jelas dong, seperti yang saya duga sebelumnya kalau dia adalah orang yang berada, merek jamnya bukan semahal Richard Mille sih, atau Q & Q (euh maaf, kalau ini jam seratus ribuan sejuta umat zaman saya masih berseragam Putih-Abu), tapi yang pasti tidak akan terbeli oleh saya walaupun ada uangnya. Jamnya Rolex. Yang jelas dia dan teman-temannya yang satu rombongan itu jauh lebih kaya dari saya deh. Karena saya jamnya masih sekelas Casio atau Suunto. Itu pun jarang dipakai.

Ternyata si bapak ini satu rombongan dengan bapak-bapak yang lain, adalah penghuni baris pertama pojok kiri di kala sholat Jumát itu. Mungkin hari itu dia ada urusan atau sesuatu yang menyebabkan saya dan si sulung bisa mengisi tempatnya.

Ternyata lagi, mobil-mobil yang selalu memenuhi tempat paling nyaman dan damai di parkiran di mesjid itu adalah kebanyakan mobil mereka itu.

Mobilnya apa dong?

Ini bagian yang paling keren. Di area parkiran yang paling dekat dengan mesjid itu selalu ada sekelompok mobil yang parkir, dan itu-itu saja.

Tidak ada satu pun mobil- mobil itu yang mobil biasa. Dari 10 mobil, 4 di antaranya adalah Lexus LX570 yang kalau di Indonesia harganya sekitar 3 Milyar Rupiah. Sisanya? Tentunya bukan mobil LGCC, tapi BMW X6 dan Toyota Land Cruiser yang plastik pembalut jok tempat duduknya belum dibuka sama sekali. Entah karena masih baru, atau entah setiap tahun mereka membeli mobil baru. Karena setiap saya lihat dari dekat, kondisinya mobil-mobil itu masih saja bening dan kinclong.

Entah mereka datang jam berapa, karena ketika saya datang satu jam sebelum waktu Zhuhur pun, mobil-mobil itu sudah parkir dengan tenang dan para pemiliknya sudah sibuk dengan Al Qurán di baris pertama.

Tetiba saya teringat kepada hadits tentang dua orang yang layak kita cemburui:

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.”        (HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816).

Maksud “iri/cemburu” dalam hadits ini adalah iri yang benar dan tidak tercela, yaitu al-gibthah, yang artinya menginginkan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain tanpa mengharapkan hilangnya nikmat itu dari orang tersebut. (Hadits dan keterangan saya kutip dari www.rumaysho.com)

Kita wajib iri kepada orang- orang seperti ini, orang kaya dan sholeh.

Kejadian itu selalu memotivasi saya jika sedang malas beribadah. Orang-orang kaya yang sholeh itu sangat konsisten menjadi penghuni baris pertama.

Kalau kita malas beribadah, tidak sekaya mereka tapi tidak serajin mereka beribadah, ya apa lagi dong yang mau dibanggakan?

Apa lagi yang bisa kita tukar dengan pahala atau syurga?

Bisa jadi itu adalah bentuk kesombongan kita dan kemalasan yang sudah stadium akhir.

Mari kita jangan pernah melewatkan doá  agar kita diberi rejeki dan umur oleh Allah untuk menjadi orang kaya yang sholeh.

Karena insyaallah dengan kondisi seperti itu kita akan menjadi manusia yang lebih bermanfaat untuk orang lain.

Seperti kata ustadz Abu Syauqi, pendiri Rumah Zakat-semoga Allah merahmati dan menyayangi beliau-: “Harta halal yang banyak akan terasa manfaatnya untuk umat Islam, jika berada di tangan orang yang sholeh”.

 

Doha, 18 September 2018

www.didaytea.com

Twitter: @didaytea

IG: didaytea

FB: Oase Kehidupan Dari Padang Pasir