Anak Belajar Dari Kehidupannya

Anak Belajar Dari Kehidupannya

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.

Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah.

Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, dia menyesali diri.

Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri.

Jika anak dibesarkan dengan iri hati, dia belajar kedengkian.

Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, dia belajar menahan diri.

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.

Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai.

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri.

Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan.

Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan.

Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan.

Jika anak dibesarkan dengan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.

Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Jika anak dibesarkan dengan dengan ketenteraman, ia belajar berdamai dengan pikiran.

Dorothy Law Notte

Kata-kata Beracun

Kata-kata Beracun

Oleh: Didaytea

 

Di suatu hari yang mendung, Andi sedang asyik memanjat pohon, berayun-ayun, bergelantungan di antara dahan-dahan dengan sangat lincahnya. Dia tidak menyadari kalau dia sudah berada di puncak pohon yang tingginya hampir sepuluh meter itu. Dia belum mengerti kalau pohon itu sewaktu-waktu bisa patah dan dia pun bisa terluka. Menurutnya, sangat menyenangkan jika dia bisa memanjat pohon itu setinggi mungkin.

 

Seorang anak yang lain-Budi-,juga berada di atas pohon itu. Sama lincahnya bergelantungan di antara dahan-dahan, tepat di bawah Andi . Ibunya menyadari bahwa dia sudah berada setinggi itu, pada saat yang bersamaan dengan ayahnya Andi.

 

Sesaat kemudian, tiba-tiba angin datang menderu-deru, meniup pohon itu dengan sangat kencang.

 

Daun-daun pun mulai berjatuhan dan pohon itu mulai berayun-ayun. Terdengar suara ayah Andi menyelinap di antara kencangnya deru suara angin, “Andi, pegangan yang erat!” Dan dia pun berpegangan dengan erat di pohon itu. Hal selanjutnya yang terdengar, suara teriakan Budi, suara berdebum, dan sesaat kemudian, Budi sudah tergeletak di atas tanah sambil menangis kesakitan.

 

Ya! Dia terjatuh.

 

Andi turun dengan hati-hati dan perlahan, selangkah demi selangkah dari pohon itu dan tiba di tanah dengan selamat.

 

Setelah kejadian itu, ayahnya mengatakan kenapa Budi bisa terjatuh sedangkan Andi tidak.

 

Tampaknya, ibu Budi tidaklah secerdas ayah Andi. Ketika dia merasakan kencangnya angin, dia pun langsung berteriak, “Budi, jangan jatuh!”

 

Dan Budi pun…terjatuh.

 

Ayahnya kemudian menjelaskan bahwa pikiran kita sangat sulit untuk memproses gambaran negatif. Manusia-yang sangat tergantung pada pikirannya-tidak bisa “melihat” sesuatu yang negatif sama sekali. Ketika seharusnya otak Budi memproses perintah ibunya untuk JANGAN JATUH, otak anak sembilan tahunnya malah memproses gambaran yang pertama, yaitu JATUH, lalu mengatakan kepada otaknya untuk TIDAK melakukan apa yang baru saja tergambar.

 

Di sisi yang lain, otak anak delapan tahun Andi, langsung membuat gambaran bahwa dirinya sedang berpegangan dengan erat. Inilah yang menyebabkan orang-orang yang mencoba untuk berhenti merokok berjuang sangat keras untuk gambaran “BERHENTI MEROKOK”. Para perokok sangat jarang melihat diri mereka menghirup udara segar dan merasa nyaman. Bahasa malah menjadi salah satu penghalang untuknya agar bisa berhenti merokok.

 

Konsep ini akan sangat berguna jika kita  sedang mencoba untuk menghilangkan kebiasaan buruk atau menetapkan sebuah tujuan.

 

Kita tidak bisa memvisualisasikan untuk TIDAK MELAKUKAN SESUATU. Cara satu-satunya memvisualisasikan TIDAK melakukan sesuatu adalah, menemukan kata-kata yang ingin anda lakukan dan membayangkannya. Sebagai contoh, ketika aku berumur tiga belas tahun, Aku anggota tim sepakbola. Aku coba sekuat tenaga untuk menjadi pemain yang bagus, tapi aku tidak bisa. Aku ingat bahwa aku selalu mendengar kata-kata yang berlari melalui kepalaku ketika aku berlari untuk sebuah operan, “Bolanya JANGAN sampai LEPAS!” Dan akhirnya, secara alamiah, bola itu pun lepas dari kakiku.

 

Pelatihku tidak cukup mahir untuk mengajari kami cara memotivasi diri yang baik. Mereka hanya berpikir bahwa sebagian anak-anak dapat mengerti perintah mereka dan sebagian lainnya tidak. Mungkin aku tidak pernah akan bisa menjadi pemain pro, tapi sekarang aku pemain bola yang cukup bagus, karena dialog internal dalam diriku selalu positif dan selalu mendorongku untuk menang. Aku harap Ayah tidak hanya mengajariku memanjat pohon, tapi juga bermain bola. Jika seperti itu, mungkin sekarang Aku sudah punya karir yang panjang sebagai pemain bola.

 

Berikut adalah cara yang mudah untuk mengajari orang-orang di sekelilingmu tentang bahaya kata-kata yang beracun.

 

Mintalah mereka untuk memegang sebuah pensil. Dan ikutilah perintah ini dengan sangat hati-hati.

 

Katakan kepada mereka, “Oke, COBALAH untuk menjatuhkan pensil itu.” Dan amati apa yang mereka lakukan.

 

Kebanyakan orang akan melepaskan pensil itu dan melihat pensil tersebut jatuh ke lantai. Beri mereka respon, “Kalian tidak memperhatikan. Saya bilang untuk COBALAH untuk menjatuhkan pensil itu. Sekarang, tolong coba lakukan itu lagi.”

 

Kebanyakan orang akan memungut pensil itu dan berpura-pura sedemikian rupa seperti dalam kesakitan yang luar biasa ketika mereka mencoba untuk menjatuhkan pensil tersebut tapi terus menerus gagal.

 

Satu poin sudah kita temukan.

 

Jika anda katakan otak anda bahwa anda akan “MENCOBA”, sesungguhnya anda mengatakan kepada otak anda untuk gagal. Lakukan dan tidak, hanya itu saja pilihannya.

 

Tidak peduli apakah mereka akan datang atau tidak ketika kita membuat undangan, akan sangat menyebalkan ketika kita mengundang seseorang dan orang itu menggunakan kata “AKU AKAN MENCOBA UNTUK DATANG”. Apakah mereka tidak tahu bahwa dengan menyebutkan kalimat itu, mereka itu sedang mengatakan kepada dunia bahwa sesungguhnya  dia tidak berniat untuk datang, dan mereka ingin agar aku menghargai mereka atas usaha mereka? Omong kosong.

 

Jika anda “MENCOBA” dan melakukan sesuatu, pikiran bawah sadar anda seolah-olah mengijinkan anda untuk tidak berhasil.

 

Jika anda benar-benar tidak bisa membuat keputusan, katakanlah dengan jujur. “Maaf, aku tidak yakin jika aku bisa datang. Aku ada janji di tempat lain. Aku baru bisa datang jika membatalkan janji itu. Terima kasih banyak ya atas undangannya.”

 

Orang akan sangat menghargai kejujuran.

 

Jadi, hilangkanlah kata MENCOBA dari kosakata anda.

 

Psikolog  mengklaim bahwa akan memerlukan setidaknya tujuh belas pernyataan positif untuk mengkompensasi satu pernyataan negatif. Aku tidak tahu apakah itu benar atau tidak, tapi menurut logika sih, rasanya itu benar juga. Mungkin memerlukan sampai tujuh belas pujian untuk menghilangkan “kerusakan emosional” yang diakibatkan oleh sebuah kritikan yang kasar.

 

Konsep ini sangt berguna terutama ketika membesarkan anak.

 

Jika orang tua kita dapat “memprogram” kehidupan kita hanya dengan satu pernyataan yang salah, bayangkanlah hal macam apa yang anda lakukan setiap hari jika anda mengatakan hal yang buruk kepada diri anda.

 

Berikut adalah daftar kata-kata yang beracun. Sadari jika orang lain menggunakan kata-kata ini.

 

Tapi            Mencoba           Jika        Mungkin

Jangan        Tidak Bisa        Seandainya

 

*Tapi-menyangkal apapun pernyataan sebelumnya.

 

*Jika-asumsi bahwa anda tidak melakukan.

 

*Seandainya-kalimat yang menyatakan sesuatu yang sesungguhnya tidak terjadi, tapi orang tersebut mencoba untuk mendapatkan pengakuan seolah-olah hal itu benar-benar terjadi.

 

*Mencoba-asumsi bahwa anda akan gagal.

 

*Mungkin-Tidak menegaskan apapun. Membuat pendengar harus memilih sesuatu.

 

*Tidak Bisa/Jangan-Kata-kata ini memaksa pendengar untuk fokus pada hal yang berlawanan dengan apa yang anda inginkan. Kesalahan ini sering dilakukan oleh para orangtua dan pengajar/pendidik/pelatih tanpa mengetahui akibat yang sangat besar dari penggunaan bahasa yang salah tersebut.

 

Contoh:

Kata-kata beracun:

“Jangan jatuhkan bola itu!” Malah akan menghasilkan:Jatuhkan bola itu.

Lebih baik:

“Tangkaplah bola itu!”

 

Kata-kata beracun:

“Kamu tidak seharusnya menonton televisi terlalu sering.” Akan menghasilkan: Sering-seringlah menonton televisi.

Lebih baik:

“Aku pernah membaca bahwa terlalu banyak menonton televisi membuat orang bodoh. Sebaiknya matikan televisi itu dan ambil salah satu buku itu sesering mungkin!”

 

Kata-kata beracun:

“Kamu jangan nakal!” Malah akan menghasilkan: Kamu nakal!

Lebih baik:

“Jadilah anak yang baik”.

 

Kata-kata beracun:

“Jangan berisik!” Malah akan menghasilan:Berisiklah!

Lebih baik:

“Tolong diam ya!”

 

Kenalilah kata-kata beracun yang sering anda katakan kepada diri anda sendiri setiap hari. Dan hapuslah, pastikan agar diri kita dan orang-orang di sekeliling kita selalu “terprogram” dengan baik melalui pernyataan-pernyataan yang positif.

 

 

Di tengah dinginnya kabut Ras Laffan, Qatar, 17 November 2009

(Diadaptasi dan dimodifikasi dari artikel Toxic Vocabulary re-written, a part of Neuro Linguistic Program, unknown author.)