Gigih

Oleh Diday Tea

Di dalam bahasa Sunda, Gigih artinya adalah nasi dalam fase setengah matang. Jauh sebelum ada rice cooker, memasak nasi adalah sebuah proses yang dramatis. Ada dua fase. Fase gigih dan fase nasi. Fase gigih adalah ketika kita harus merebus beras dengan patokan airnya jangan lebih dari setengah buku jari tengah kita. Itu yang Ibu saya selalu ajarkan ketika akan memasak nasi. Nah jika airnya sudah surut dan beras terlihat berkembang, baru gigih tersebut kita olah dengan fase selanjutnya.

Dikukus.
Setelah matang baru memasuki tahap finishing yang bernama “diakeul”.

Fase nasi ketika sudah matang dan kita aduk- aduk perlahan dengan cukil(Centong Nasi) di dalam boboko(Bakul) sambil dikipasi dengan kipas bambu.

Dan tentunya pembaca semua setuju bahwa nasi yang dimasak dengan cara seperti ini rasanya jauh lebih lezat dibandingkan dengan nasi zaman now yang dimasak hanya dengan satu sentuhan kecil di tombol cook di sebuah rice cooker.

Setuju kan?

Tapi walau pun satu paragraf di atas sudah panjang lebar membahas tentang metamorfosa gigih yang menjadi nasi pulen hangat yang masih berasap didalam bakul dan centong bambu itu, tulisan ini bukan tulisan tentang kuliner.

Banyak sekali pelajaran, hikmah dan teladan selalu bisa kita dapatkan dari kehidupan kita, hanya kadang mata hati kita saja yang masih tertutup atau teralihkan.

Sehingga seringkali kejadian yang kita alami dan amati sehari-hari hanya berlalu begitu saja sebagai sesuatu yang rutin tak berarti.

Hikmah selalu terhampar di mana pun kita berada.

Tulisan ini akan memberi kita contoh dari judul tulisan ini: Gigih. Di dalam bahasa Inggris ada dua kata yang sering diterjemahkan ke dalam kata “Gigih”, Tenacious dan Persistent.

Tenacious dan Persistent artinya kurang lebih adalah tetap berusaha keras untuk mencapai sesuatu. Dan tidak akan berhenti atau menyerah sebelum sesuatu itu tercapai. Begitu juga kira-kira arti kata “gigih” di dalam bahasa Indonesia.

Di dunia nyata, salah satu orang yang paling gigih adalah orang yang sedang mules (maaf) kebelet BAB.

Bayangkan saja ketika kita yang mengalaminya sendiri. Perasaan yang mengaduk-ngaduk perut kita itu tanpa diundang biasanya tiba-tiba datang tak tahu waktu. Mules itu seperti jatuh cinta, bisa datang tiba-tiba kapan saja dan di mana saja.

Ketika sedang bekerja, sekolah, belajar, menyetir, mengemudikan sepeda (euh, maksudnya sesepedahan), lari pagi, mengobrol, browsing-browsing hal-hal lucu ngga jelas di internet, atau apa pun kegiatan kita. Kita pasti akan segera menjadikan si mules ini menjadi prioritas utama.

Seketika langsung terbentuk mental image pintu WC atau mungkin bentuk WCnya sendiri yang langsung menjadi fokus target kita.

Kita tidak akan pernah menyerah untuk mencari WC. Tidak akan ada yang bisa ada yang menghalangi kita untuk segera menunaikan hajat besar tersebut.

Jika di rumah, kita akan segera menggedor pintu WC tanpa memikirkan atau mempertimbangkan siapa pun yang sedang berada di dalam.

Jika sedang menyetir di tengah jalan tol pun, kita kan segera mencari rest area terdekat tanpa peduli sedang berada di jalur tol mana dan kilometer berapa.

Pokoknya apa pun yang kita lakukan, saat si mules datang semua akan terlupakan dan tersisihkan.

Biasanya adrenalin juga akan terpicu, berbarengan dengan keringat dingin karena ada rasa takut ketika rasa mules itu akan meledak di tempat dan waktu yang tidak tepat.

Adrenalin akan memicu energi baru di dalam tubuh kita yang kadang akan memicu ambang batas tubuh kita.

Kita akan berlari lebih cepat, bergerak lebih cepat, berpikir lebih fokus dan sangat terpadu.

Secara luar biasa, hampir sepenuhnya fokus dan perhatian kita akan tertuju hanya kepada satu hal itu: WC.

Pasti dan pasti, segala cara akan kita lakukan agar tujuan itu tercapai.

Apa sih hikmahnya dari kegigihan kita yang sedang mules tadi?

Prioritas.
Fokus Terhadap target.
Maksimum Effort.

Satu hal yang harus kita yakini di dalam menjalani kehidupan ini bahwa kewajiban kita di dalam hidup ini jauh lebih banyak dari waktu yang tersedia.

Jadi kita harus sesegera mungkin merevisi prioritas kita di dalam kehidupan. Targetkan dan fokuslah hanya kepada hal-hal yang ada kaitannya dengan ibadah dan akherat kita. Insyaallah dengan fokus dan target yang tepat kita akan bisa meraih pencapaian-pencapaian baru.

Jika anda merasa lemah, dan hampir menyerah ketika berusaha untuk meraih dan menggapai target kita, segeralah ingat kondisi ketika kita sedang mules, maksimalkan usaha kita dibantu dengan do’a.

Ketika pada akhirnya kita tidak mencapainya, tentunya tahap selanjutnya adalah kita harus mengingat bahwa Allah mempunyai 3 cara untuk mengabulkan do’a kita:

1. Langsung dikabulkan
2. Ditunda sampai waktu yang kita tidak pernah tahu
3. Allah ganti dengan yang lebih baik.

Selalu kuatkan tekad dan luruskan niat!

Doha, 6 Agustus 2018