Lu Lagi Lu Lagi

buy 1 get 1 free

 

Oleh: Diday Tea

 

Apa yang terbayang di dalam pikiran anda jika saya sebutkan “Rendang Jengkol”?

Produksi air liur para penggemar Jengkol atau Jengki, alias “Ati Maung” (sebutan orang Sunda) di seluruh dunia pasti akan meningkat tajam, dan mulai membayangkan bagaimana lezatnya beberapa potong biji jengkol dalam balutan bumbu rendang yang bersemayam bagaikan Tiara di atas Nasi Putih pulen yang masih mengepulkan asap sehabis ditanak.

Tergiur.

Untuk yang tidak suka, ya silakan bayangkan salah satu makanan yang paling anda gemari.

Ada salah satu teman saya yang sering membawa oleh-oleh rendang jengkol dari Indonesia. Dan karena dia tahu bahwa saya adalah anggota klub FBJ (Fans Berat Jengkol), hampir tiap dia mudik, satu toples bening bertutup Merah menyala yang berisi satu kilo Rendang Jengkol pasti selalu dia hadirkan ke dalam plastik oleh-olehnya untuk saya.

Begitu pertama kali menikmati perpaduan Rendang Jengkol dan Nasi Putih hangat yang asapnya masih mengepul itu, maasyaallah pemirsa, rasa, kelezatan dan kenikmatannya tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.

Sungguh lezat.

Hari kedua, tetep dong makannya itu lagi, karena sayang, dapetnya setahun sekali.

Masih lezat? Masih dong!

Hari ketiga, penampakan di toples mulai berkurang, mulai terlihat area yang kosong hampa tak bertuan jengkol seperti dua hari kemarin.

Tapi tetep. Menu perpaduan Rendang Jengkol dan Nasi Putih hangat yang asapnya masih mengepul itu masih hadir di salah satu jadwal makan pagi, siang ataupun malam.

Hari keempat, dengan menu yang sama, rasa lezatnya ternyata jauh berkurang. Padahal Jengkolnya sama, nasinya sama, tangan yang dipakai untuk memadukan bumbu rendang yang katanya menurut berita di CNN sudah resmi menjadi makanan paling lezat di seluruh dunia, dengan nasi putih yang masih hangat dan mengepulkan asap.

Sudah diduga ya? Hehehe.

Hari kelima, rasa menu itu sudah mulai terasa membosankan.

Hari keenam apalagi, saya memakannya karena terpaksa saja karena kebetulan istri tidak memasak hari itu.

Hari ketujuh, rasa yang seminggu lalu itu begitu menggebu, hilang lenyap sudah.

Tidak ada lagi air liur yang mengalir deras tak terasa di dalam mulut.

Suka jadi benci.

Gemar menjadi bosan.

Tergiur menjadi memuakkan.

Akhirnya satu kilo rendang jengkol itu tidak habis, dan terbuang hampir seperlimanya.

Ya bagaimana lagi, kalau sudah tidak suka dan bosan.

Begitulah kelezatan dan kenikmatan di dunia ini. Hanya sebentar dan sedikit, tidak seperti kebahagiaan di akhirat yang abadi dan tidak pernah akan bisa terbayangkan kelezatan dan kenikmatannya.

Doha, 14 November 2018

 

 

 

Iklan