“Ibadahlah untuk beryukur dan berterima kasih kepada Allah, bukan sebagai beban rutinitas belaka”
Sholat Belang Betong
Belang-betong, istilah yang untuk orang yang tidak berbahasa Sunda pasti akan terasa asing dan membuat dahi sedikit berkerenyit, karena kata-kata yang terdengar sangat aneh ini.
Belang-betong, oleh orang Sunda adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketidak-konsistenan seseorang dalam melakukan sesuatu. Sholat, puasa, menghadiri pengajian, sekolah, apapun yang seharusnya dilakukan secara rutin, tapi tidak.
Begitu jugalah kondisiku sebelum kelas tiga di sekolah. Aku bisa dikategorikan sebagai sibelang-betong. Karena saya hanya sholat jika sempat dan bisa (dalam pengertian saya waktu itu). Kalau sempat ya sholat, tapi kalaupun terlewat yaa sudahlah, besok juga kan masih ada waktu sholatmah.
Semoga saya diampuni.
Mendaftar SSG
Aa Gym belum begitu dikenal orang pada tahun 2000. Beliau masih terkenal di kalangan terbatas saja, terutama orang Bandung. Orang yang datang ke pengajian rutinnya-Kamis malam dan Minggu pagi-pun masih belum banyak, jamaah tidak sampai memenuhi halaman mesjid.
Ini adalah kutipan penjelasan tentang Santri Siap Guna dari website pesantren Daarut Tauhid Bandung:
“Santri Siap Guna (SSG) Daarut Tauhiid, pada awal pendiriannya dicetuskan oleh K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) pada tanggal 25 April 1999 yang pendekatan visinya lebih dititikberatkan sebagai pelayan masyarakat baik di bidang dakwah, ekonomi, maupun soslal kemasyarakatan.
Selaln itu, Santri Siap Guna juga disiapkan sebagai sarana pengkaderan dan pembinaan generasi muda mandiri yang mampu untuk menjadi motivator, stabilisator dan integrator bagi masyarakat. Santri Siap Guna Menuju Generasi Ahli Dzikir, Ahli Pikir, dan Ahli Ikhtiar.”
Ketika itu aku masih kelas tiga, dan mulai mendengarkan ceramah- ceramah Aa Gym yang terdengar sangat “menyenangkan”, tidak penuh retorika seperti para ulama-ulama yang biasa saya dengarkan atau lihat sebelumnya.
Setelah beberapa bulan, aku pun mulai rutin mendatangi kajian di pesantren Daarut Tauhiid di Geger Kalong. Sejujurnya, itu pun karena diajak oleh teman-teman sebaya di lingkunganku yang memang sudah lebih dahuu mengenal Aa Gym. Dan juga, ternyata ada “motivasi plus”. Kata mereka sih,cewek-cewek berjilbab yang cantik-cantik, atau kita sering menyebut mereka sebagai Akhwat-akhwat Ceria .Dasar anak sekolah!
Aku putuskan untuk mendaftarkan diri, walaupun sih, awalnya hanya sekedar ikut-ikutan teman. Toh, pendaftarannya masih gratis, aku tidak akan merugi apa-apa selain waktu.
Kegiatan
Kegiatan selama pelatihan itu sih, tidak jauh berbeda dengan ekstra kurikuler di sekolah. Yang istimewa, ya itu, ketika konsep Manajemen Qolbu-nya Aa Gym menjiwai hampir setiap orang yang terlibat di dalam pelatihan tersebut.
Hal yang paling pertama diajarkan adalah Ice Breaking. Kita diminta untuk membawa satu buah genteng dari rumah dan, di pelatihan disuruh untuk memecahkan geneng itu dengan tangan kosong secara bersama-sama. Ini untuk menghilangkan ketakutan dalam diri, membuat kita berani untuk memulai sesuatu yang kita anggap sulit dan mungkin juga tidak berhasil. Menumbuhkan inisiatif dan kemauan untuk berbuat. Itu hikmah yang paling tepat kurasa.
Apa Yang Paling Berkesan?
Apa sih, yang didapatkan di pelatihan SSG itu?
Aku hanya menghadiri dua bulan saja pelatihan dari empat bulan yang diajarkan.
Pelatihan ini berlangsung dua hari seminggu, dari sabtu sore sampai minggu sore. Rutinitasnya sih, tidak jauh berbeda dengan ekstra kulikuler di sekolah seperti Pramuka, PKS, dan PMR. Tentu saja SSG lebih lengkap, karena memberikan juga materi Team Building, Problem Solving, P3K, di samping materi standar lainnya seperti mengaji, atau kita dilibatkan sebagai sukarelawan jika ada kegiatan yang melibatkan orang banyak di pengajian.
Yang istimewa, ya itu, ketika konsep Manajemen Qolbu-nya Aa Gym menjiwai hampir setiap orang yang terlibat di dalam pelatihan tersebut.
Hal yang paling pertama diajarkan adalah Ice Breaking. Kita diminta untuk membawa satu buah genteng dari rumah dan, di pelatihan disuruh untuk memecahkan geneng itu dengan tangan kosong secara bersama-sama. Ini untuk menghilangkan ketakutan dalam diri, membuat kita berani untuk memulai sesuatu yang kita anggap sulit dan mungkin juga tidak berhasil. Menumbuhkan inisiatif dan kemauan untuk berbuat. Itu hikmah yang paling tepat kurasa.
Yang paling berkesan buatku sih sebenarnya bukan pelatihan-pelatihan seperti ekstrakulikuler di sekolah-sekolah.
Yang benar-benar membuat perubahan besar dalam diriku adalah sesi jeda di antara kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan.
Setiap selesai melakukan kegiatan, akan diadakan sesi “Apa Yang Paling Berkesan?”
Para peserta akan ditanya terlebih dahulu, apa hikmah apa yang bisa diambil dari kegiatan ang sudah dilakukan oleh mereka beberapa saat sebelumnya. Biasanya sih yang menjadi pemandu sesi ini adalah Abdurahman Yuri, adik Aa Gym yang akrab disapa A Deda. Ternyata dia jauh lebih humoris dibandingkan Aa Gym. Padahal, Aa Gym saja kan sudah sangat sering bercanda untuk menghilangkan jarak antara “ulama dan umat” ketika sedang berceramah. A Deda, memberikan pendekatan yang lebih “segar”,cenderung ke arah lebih humoris. Mungkin karena beliau lebih muda dari Aa Gym.
Aa Gym juga mempunyai porsi tersendiri di pelatihan SSG. Biasanya beliau yang memimpin apel pertama di Sabtu sore, dan apel penutupan di Minggu sore. Serasa mimpi, biasanya aku hanya mendengar beliau di radio, kali ini aku bisa bertemu dan bertatap muka langsung dengan beliau minimal dua kali seminggu.
Tidak jauh berbeda dengan A Deda, materi yang diberikan oleh Aa Gym tidak jauh dari hikmah yang kita dapatkan dari pelatihan yang sudah dilalui minggu itu.
Jika ada acara bersama A Deda, kita akan mendapat kesan seperti sedang menonton campuran antara kelompencapir dan srimulat, karena pasti selalu berlangsung ramai dengan diskusi dan acungan tangan peserta yang ingin mengungkapkan pendapatnya untuk menjawab pertanyaan “Apa Yang Paling Berkesan?”
Paradigma Baru
Paradigma baru, ini yang paling berkesan selama menjalani pelatihan SSG. Setelah beberapa pertemuan, kita sudah mulai terbiasa dengan bertanya kepada diri sendiri: “Apa Yang Paling Berkesan Hari Ini?
Perubahan paradigma lain yang terjadi pada pikiranku adalah paradigma tentang ibadah dan tentang melakukan kebaikan.
Apa yang kita lakukan akan berbalik kepada diri kita sendiri, baik kebaikan atau pun keburukan.
Apa pun yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari ternyata bisa menjadi ladang amal untuk kita, semuanya hanya masalah niat saja. Ibadah tidak sebatas hanya sholat, puasa, zakat, sedekah dan haji.
Ibadah Untuk Bersyukur
Sebelum pelatihan, sholatku masih belang-betong, kadang- kadang masih bisa meninggalkan sholat dengan alasan yang tidak terlalu penting, seperti kesiangan bangun, ada tugas sekolah, atau membuat laporan praktikum.
Di pelatihan itu , aku sama sekali tidak pernah mendapat kalimat perintah: “Sholatlah kamu lima kali sehari!” Atau “Kamu harus sholat tahajud setiap hari!”. Yang ada hanya teladan dari para pelatih, santri dan ustadz yang memberi pelatihan dengan langsung memberi aksi dan mencontohkan.
Pemicu utama, ketika akhirnya aku bisa dan mau melakukansholat lima waktu tanpa merasa dipaksa, ternyata adalah isi dari salah satu ceramah Aa Gym ketika mengisi materi di SSG.
“Allah sama sekali tidak memerlukan sholat dan ibadah kita!” Ujar beliau dengan penuh semangat.
“Jika kita hanya menganggap sholat dan ibadah yang lain hanya sebatas rutinitas dan kewajiban, kita pasti akan jenuh, bosan, dan merasa terbebani ketikamelakukannya, tapi jika kita melakukan ibadah sebagai ungkapan rasa syukur kita, rasa terima kasih kita kepada Allah, yang tidak pernah berhenti memberikan semua yang kita perlukan tanpa kita minta!” Beliau menambahkan dengan lebih berapi-api, dengan kobaran mata yang membara, layaknya api yang ikut membakar semua yang mendengar untuk segera memutuskan hari itu juga, untuk merubah paradigma.
Ya! Paradigma baru, bahwa kita melakukan ibadah untuk menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kita kepada Allah. Bukan sebatas rutinitas belaka.
Terlepas dari apa yang sedang dibicarakan orang tentang Aa Gym sekarang,dan aku juga tidak begitu sering lagi mendengar atau melihat ceramahnya, tapi setidaknya aku ingat, beberapa tahun yang lalu, beliau pernah mendapatkan gelar Tokoh Perubahan dari Republika.
Dan terbukti, akhirnya semenjak hari itu, aku tidak pernah berani meninggalkan sholat. Bahkan, aku jadi lebih sering sholat berjamaah di mesjid dekat rumahku.
Tahajud pun, yang tidak pernah aku bayangkan akan kulakukan, ternyata bisa kulakukan dengan ringan, tanpa beban ngantuk, atau malas, ataupun perasaan berat.
Kuncinya hanya satu. Ya itu tadi, hanya tinggal merubah pikiran kita ke mode “bersyukur”, bukan ke mode “harus melakukan”.
Kalaupun , setelah beberapa tahun berlalu dan ternyata aku tidak segiat dan serajin dahulu, itu adalah semata disebabkan oleh diriku sendiri.
Uang Yang Habis Untuk Kepentingan Belajar Adalah Investasi, Bukan Konsumsi
Satu lagi paradigma baru yang kudapat selama dipelatihan itu. Sebelumnya, aku masih memiliki paradigma secara umum, bahwa membeli buku adalah konsumsi, bagian dari sebuah pemborosan. Untuk beberapa kasus sih memang seperti itu, karena aku masih sekolah dan belum mempunyai penghasilan.
Cerita yang paling berkesan adalah ketika ada seorang pengusaha, dia biasa saja, tidak terlalu kaya atau pun sangat sukses. Suatu hari dia melihat iklan dari sebuah pelatihan di koran. Biaya pelatihan ini, sangat mahal, sekitar tujuh puluh lima juta. Ya! Tujuh puluh lima juta rupiah, hanya untuk training selama tiga hari.
Teman, sudara, bahkan keluarganya berpikir dia gila, sableng, sinting, ngga waras, dan sebagainya dan seterusnya, mencela dia kenapa bisa “sebodoh” itu menghabiskan uang untuk sebuah pelatihan yang hanya tiga hari.
Orang ini tetap pantang mundur dan akhirnya mengikuti pelatihan seharga tujuh puluh lima juta ini. Yang mengikuti training ini pun ternyata hanya beberapa orang. Karena mahal dan belum banyak orang yang mengerti dan tahu mengenai materi training ini.
Sepulang pelatihan, sikap mereka tetap sama.
Sampai akhirnya, dimulai beberapa minggu setelah training yang super mahal itu, orang ini tiba-tiba menerima beberapa undangan seminar dari sebuah universita ternama. Dia diundang sebagai pembicara, karena pihak universitas tersebut menerima rekomendasi dari perusahaan yang mengadakan pelatihan untuk mengundang orang ini.
Dan ternyata, untuk berbicara satu jam saja, orang ini diberi honor setidaknya tiga puluh juta. Ya! Tiga puluh juta hanya untuk berbicara dan presentasi selama satu jam saja.
Akhirnya tidak sampai satu minggu, uang yang tujuh puluh lima juta itu telah balik modal dan sudah untung puluhan juta!
Kelak, di masa depan, kisah yang luar biasa itu akhirnya malah terjadi juga pada diriku, seperti yang kutulis di Dialog Lima Belas Juta. Terbukti bahwa uang yang dibelanjakan buku, dan “membeli” ilmu, akan mendatangkan keuntungan yang luar biasa besar.
Bersambung…