Bagian 3: Quantum Learning
“Membaca seperti bermain ski, akan sulit mencapai tujuan dan mengalami kesulitan jika dilakukan dengan lambat”
Buku Yang Aneh
Aku masih terduduk kelelahan sehabis menyelesaikan praktikum yang paling menyita waktu dan energiku, ketika dua orang temanku duduk di sebelahku sambil berebut sebuah buku.
Selintas, aku bisa melihat judul buku tersebut: “Quantum Learning”. Learning kan artinya belajar, kalau Quantum aku sih belum begitu memahami artinya. Mendengar pun sangat jarang. Yang terlintas di dalam pikiranku ketika itu sih, serial Quantum Leap, yang menceritakan seorang laki-laki yang melompat-lompat dari kehidupan seseorang ke kehidupan orang lain, dengan menjadi orang tersebut.
“Maaf, boleh saya tahu judul bukunya?” Sapaku kepada dua gadis berjilbab yang sedang asyik berebut untuk membaca buku tersebut.
“Sepertinya buku itu sangat menarik ya, sampai kalian harus berebut untuk membacanya?” Tanyaku lagi.
Mereka langsung berhenti, seolah-olah baru menyadari bahwa ada orang di dekat mereka.
“Iya Kang, buku ini bagus banget!” Jawab salah satu dari mereka yang berusaha mempertahankan buku itu dari temannya.
“Dia curang tuh, harusnya aku dulu yang minjem buku itu!” Jawab yang satunya lagi.
Setelah beberapa saat aku perhatikan, mereka pun akhrinya terdiam, dan mengakhiri “perebutan” buku tersebut.
“Buku itu memangnya bukan milik salah satu di antara kalian?” Tanyaku keheranan.
“Bukan, Kang, ini milik teman satu kelas kami”. Jawab salah satu dari mereka.
“Boleh saya lihat sebentar bukunya?” Pintaku.
“Iya, sok, silahkan!” Katanya sambil menyodorkan tangannya yang memegang buku itu.
Buku itu pun berpindah tangan.
Judul buku itu Quantum Learning, ditulis Oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacki.
Ternyata buku itu terlihat aneh. Desain sampul yang tidak umum, dan desain lay-out buku itu sangat menarik. Sangat berbeda dari buku-buku pada umumnya. Buku ini “aneh” Karena tidak melulu hanya teks, tetapi di beri ilustrasi yang sangat menarik juga. Halaman sebelah kiri selalu merupakan gambar dan tulisan yang disertai ilustrasi dengan ukuran besar-besar. Sedangkan halaman kiri adalah penjelasan dari gambar dan ilustrasi dari halaman sebelah kiri. Walaupun penuh gambar dan ilustrasi, buku ini tidak tampak seperti buku untuk anak-anak. Banyak gambar dan ilustrasi di dalam buku itu adalah diagram, tetapi disajikan layaknya komik.
Aku hanya membaca sekilas tulisan dari si penulis: “Jika anda hanya mempunyai sedikit waktu untuk membaca buku ini, bacalah hanya halaman sebelah kiri, halaman yang hanya berupa gambar. Mereka akan memiliki isi yang kurang lebih sama dengan halaman sebelah kanan.
Karena waktuku sangat sedikit, jadi aku langsung membuka daftar isinya.
Dan, AHA! Ada satu bab yang sangat menarik buatku. Bab tentang membaca cepat.
Diriku sudah hampir tenggelam ke dalam gambar-gambar dan ilustrasi yang sangat menarik di dalam buku itu ketika tiba- tiba saja aku terkaget oleh tepukan halus dipundakku.
“Akang! Sudah dong baca bukunya. Kita juga kan mau baca!” Ujar salah satu dari mereka.
“Ehh, iya, maaf, maaf, soalnya buku ini bagus banget. Isinya ngga membosankan!” Jawabku sambil mesem-mesem dan menyodorkan buku itu kembali kepada mereka.
Kutemukan Ilmu Baru
Seperti diinstruksikan, yang aku baca hanya halaman sebelah kiri saja. Hanya dua poin penting saja yang aku bisa ingat dari bab itu: Tentang pandangan feriferal dan analogi membaca yang diungkapkan oleh si penulis buku tersebut.
Pandangan Feriferal
Pandangan periferal adalah luas area yang masih terlihat jelas di sekitar titik fokus mata anda.
Contoh yang sangat sederhana, jika anda melihat sebuah keramaian, dan anda memfokuskan pandangan pada salah satu orang. Luas area yang masih bisa anda kenali dengan baik, tanpa harus menggerakkan leher ataupun memmindahkan fokus mata anda, itulah pandangan periferal anda.
Semakin luas area ini, maka semakin baguslah kualitas pandangan periferal anda.
Dalam konteks membaca, daripada membaca kata perkata atau bahkan huruf per huruf, ternyata ada cara sederhana untuk langsung menambah kecepatan membaca kita. Kita hanya tinggal “menjatuhkan” fokus pada titik- titik kosong di antara kata-kata. Walaupun anda tidak pernah melatihnya, minimal dua kata akan langsung terbaca.
Intisari inilah yang aku betul-betul bisa praktekkan dari buku Quantum Learning.
Membaca=Bermain Ski
Pernahkah anda melihat orang yang bermain ski? Setidaknya melalui televisi? Anggap saja jawaban anda semua adalah Ya!
Apakah ada pemaiin ski yang meluncur dengan perlahan, selangkah demi selangkah, meluncur dari puncak bukit ke dasar lembah arena ski?
Apakah mungkin bermain ski tetapi anda melaju pelan?
Bagaimana pergerakan pemain ski ketika meluncur cepat di atas salju?
Pertanyaan- pertanyaan itu yang diutarakan oleh si penulis di dalam salah satu halaman ilustrasi yang aku baca.
Pemain ski akan meluncur dengan sangat cepat di atas salju, dari atas bukit ke dasar lembah arena ski, dengan melakukan pergerakan yang menyerupai huruf “S” yang terpelintir. Itu adalah jawaban dari pertanyaan- pertanyaan dari si penulis.
Bobbi DePorter menganalogikan bahwa kegiatan membaca memiliki “sifat” yang sama dengan bermaiin ski. Jika dilakukan secara perlahan, tidak akan mampu memberikan hasil yang maksimal dan optimal.
Kita akan sering mentok, sehingga memerlukan energi dan waktu tambahan untuk sekedar memulai kembali “meluncur”.
Dengan mengintegrasikan pandangan periferal dan konsep membaca=bermain ski, akhirnya kutemukanlah skill baru, membaca cepat. Dengan ukuran kasar kecepatan membacaku sebelum mempraktekkan ilmu ini tidak jauh berbeda seperti orang lain, berada di kisaran angka 200-300 kata per menit.
Setelah mempraktekkannya, dalam waktu beberapa jam saja, rata- rata kecepatan membacaku sudah meningkat pesat menjadi 600-700 kata per menit!
Dan Alhamdulillah, proses “penginstallan” kemampuan yang berlangsung sangat singkat ini ternyata menjadi kunci utama dari perubahan-perubahan besar yang terjadi di dalam kehidupanku sampai saat buku ini ditulis.
Berburu Buku Quantum Learning
Aku lupa berapa harga buku itu tepatnya, yang jelas sih, pada waktu itu rasa- rasanya tidak mungkin aku bisa membeli buku semahal itu.
Perpustakaan Daerah Jawa Barat pun menjadi solusinya.
Sebelumnya aku sudah menjadi anggota, tapi yang aku baca sih paling- paling sebatas komik yang lucu-lucu dan seru-seru semacam Kenji, Doraemon, Kung Fu Boy, dan teman-temannya. Aku ingin menghilangkan kejenuhan belajar di sekolahku dengan bersantai dan membaca hal-hal yang lucu dan menyenangkan saja ketika itu. Atau meminjam buku- buku untuk bahan mengerjakan tugas dari sekolah saja. Aku tidak pernah terpikir untuk menyengajakan diri meminjam buku-buku “serius” seperti sastra novel.
Kali ini aku serius, ingin meminjam buku yang sebenarnya sih serius juga, walau kali ini buku ini aku bilang sih cenderung menyenangkan, karena aku langsung bisa mendapatkan kemampuan baru yang efeknya ternyata lumayan hebat.
Beberapa waktu setelah itu, aku baru tahu ternyata buku-buku ini dikategorikan sebagai buku- buku How-To. Buku- buku yang berisi panduan- panduan untuk melakukan hal- hal di dalam kehidupan sehari- hari manusia.
Kembali ke proses “perburuan” buku.
Banyak anggota perpustakaan daerah yang berminat untuk meminjam buku tersebut, sehingga walaupun ada beberapa buku yang disediakan, tetap saja buku itu selalu tidak ada di dalam rak kategoriHow-To. Dan ada ketentuan lain, tidak seperti buku yang lain, yang bisa diperpanjang masa peminjamannya lebih dari dua minggu, tidak dengan buku ini. Buku ini hanya boleh dipinjam satu periode, hanya dua minggu saja.
Setelah beberapa kali datang, dan sempat pula berebut dengan aggota yang lain, akhirnya aku pun berhasil meminjam buku tersebut.
Kali ini aku benar- benar memfokuskan diri untuk membaca buku ini. Aku hanya fokus pada bab Membaca Cepat.
Alhamdulillah, setelah dua minggu aku mendalami dan berlatih dengan petunjuk buku tersebut, kemampuanku meningkat semakin pesat.
Kecepatan membacaku yang tadinya 600-700 kata per menit, kini melaju semakin kenjang dengan kecepatan maksimal yang pernah kucatat adalah 1346 kata per menit!
Berhasil, Berhasil!
Aku memiliki kelemahan di beberapa mata pelajaran yang memerlukan pemahaman(selain Matematika dan Fisika tentunya). Kalau orang lain bisa memahami sebuah subyek dengan hanya dua kali membaca, aku harus 3 atau 4 kali membaca untuk mendapatkan pemahaman yang sama dengan mereka. Ternyata kemampuan membaca cepatku sangat membantu.
Nilai- nilai ujianku mulai meningkat seiring waktu aku mempraktekkan ilmu baruku untuk belajar.
Sangat wajar, karena dengan kecepatan membacaku, aku mempunyai waktu yang lebih banyak dibanding orang lain untukku melakukan proses review dan menganalisa jawaban dari soal-soal ujian yang diberikan.
Walaupun tidak sampai menjadi bintang kelas, tapi Alhamdulillah peringkatku tidak berada di kelas “menengah ke bawah” di antara teman-teman sekelasku.
Kelak, kemampuan baruku ini, yang walau sampai saat ini pun belum aku kuasai sepenuhnya,-dalam pengertian aku bisa mencapai pengertian yang baik dan menyeluruh hanya dengan sekali membaca tulisan-akan menjadi penolong terbesarku ketika aku menghadapi kesulitan dan kondisi yang aku tidak akan pernah mau mengalaminya lagi.
Bersambung..