JUJUR ITU INDAH
Surat Yang Rumit
Proses seseorang menjadi karyawan di perusahaan saya lumayan berat. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui.
Di akhir bulan September, saya mengikuti tes tertulis dan wawancara dua hari berturut- turut. Sebulan kemudian , saya harus berangkat lagi ke Jakarta untuk mengikuti tes kesehatan.
Di antara tes kesehatan dan tes tertulis dan wawancara, kegiatan paling melelahkan yang harus saya lakukan adalah ketika membuat SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian), yaitu surat keterangan dari kepolisian yang menerangkan bahwa seseorang pernah atau tidak pernah berurusan dengan tindak pidana yang tercatat pada instansi kepolisian.
Saya harus meminta surat rekomendasi dari RW, Kelurahan, Kecamatan. Lalu harus ke Polres, Polsek dan sampai Polda.
Dan ini tidak bisa dilakukan dalam satu hari.
Karena saya tidak bekerja shift, jadi setiap keperluan yang berhubungan dengan pembuatan passport, bahkan sejak pembuatan SKCK tadi saya harus mengorbankan cuti saya.
Momennya juga pas sekali menjelang Lebaran.
Proses terakhir pembuatan SKCK adalah tanda tangan dari Kapolda. Dan saya ingat betul bahwa itu adalah bulan Ramadhan hari terakhir. Sampai- sampai saya harus mengorbankan waktu lebaran saya dengan keluarga di Bandung.
Di setiap tahapan ketika saya harus membuat dokumen- dokumen tersebut, setidaknya jatah cuti tahunan saya yang tinggal beberapa hari saja terpakai.
Dan sampai akhirnya cuti tahunan saya tidak ada yang tersisa, semuanya terpakai untuk pembuatan SKCK tadi, karena prosesnya yang sangat rumit dan menghabiskan waktu, dan juga tidak di satu tempat. Beda kota malah. Saya tinggal di Cilegon. Tapi Kantor Kecamatan, Polres, Polsek dan Polda ada di Serang. Yang paling dramatis ya ketika di Polda itu.
Dari rumah saya harus naik angkot ke tempat bis antar kota. Lalu naik bis sampai ke terminal pakupatan Serang yang sudah sangat jauh. Dan dari terminal ini pun, saya masih harus naik ojek lagi yang ongkosnya sepuluh ribu rupiah. Bayangkan saja jauhnya.
Ongkos ojek dari rumah kontrakan saya ke pangkalan bis yang berjarak sekitar tiga kilo meter saja hanya dua ribu rupiah.
Belum lagi keringat yang tak henti- henti bercucuran di setiap lipatan tubuh saya, yang seketika merubah wangi parfum menjadi bau asem, bahkan sejak duduk di pangkalan bis ke arah Serang.
Belum lagi ketika pembuatan paspor, saya harus bolak- balik Jakarta- Merak untuk mendapatkan surat rekomendasi dari agen perekrutan karyawan.
Cuti Habis
Ada panggilan terakhir untuk mengikuti semacam penataran dari agen yang menjadi perantara perekrutan karyawan oleh perusahaan tempat saya bekerja. Penataran ini kata agen penyalur tenaga kerja itu wajib, karena kalau saya tidak tercatat pernah mengikutinya, kemungkinan besar saya tidak akan bisa berangkat.
Waktu itu saya benar- benar bingung bagaimana caranya agar besoknya bisa berangkat ke Jakarta, padahal cuti saya sudah habis.
Sampai pulang kerja pun kepala saya masih berputar bagaimana caranya agar saya bisa berangkat ke Jakarta besok pagi.
Satu- satunya cara yang mungkin adalah izin tidak masuk karena sakit. Sick Leave. Tapi saya tidak mau berbohong jika harus bilang bahwa saya sakit, padahal saya sama sekali tidak sakit. Saya takut nanti malah benar- benar sakit, dan tidak jadi berangkat ke Jakarta.
Tapi, berhubung pikiran saya sudah mentok dan karena hanya cuti sakit itulah cara agar saya tidak masuk kerja besoknya.
Urusan surat dari dokter, ya saya sudah berniat akan tetap jujur dengan tetap bilang ke dokter kondisi saya yang sebenarnya, hanya memerlukan surat darinya agar bisa cuti sakit, untuk keperluan saya pergi bekerja ke luar negeri.
“Ya sudahlah, Allah kan Maha Mengetahui, kali ini saya kan berbohong demi kebaikan. Saya berniat untuk pergi ke luar negeri agar bisa memperbaiki kehidupan saya dan orang tua saya. Semoga Allah mengampuni dan mengerti.”
Walau pun masih menyisakan pergolakan batin, tapi akhirnya tubuh lelah dan pikiran saya yang seharian bekerja dan berpikir keras, akhirnya saya tertidur tanpa sempat berganti baju, mandi, apalagi makan malam.
Allah Memberi Jalan
Saya tidak ingat jam berapa saya terlelap.
Saya ingat betul, waktu itu sekitar jam tiga pagi, ketika saya terbangun dengan perasaan tidak enak di perut, melilit seperti ada yang mengaduk- ngaduk dan diperas- peras.
Sakit luar biasa.
Dengan kelopak mata yang masih terasa sangat berat untuk dibuka, dan tubuh terhuyung- huyung karena masih belum sadar sepenuhnya saya beranjak dari sehelai kasur Palembang di kamar depan ke kamar mandi.
Tangan saya baru saja memegang bingkai pintu, ketika tiba- tiba seluruh isi perut saya tiba- tiba mendesak keluar dengan sangat kuat. Ya, semua yang ada di perut saya keluar dan saya terus muntah- muntah sampai tidak ada yang keluar lagi.
Kalau bahasa Sundanya mah, utah uger. Hehehe.
Saat itu juga saya langsung ganti baju dan bergegas menuju ke pangkalan ojek yang selalu ada dua puluh empat di komplek rumah kontrakan saya, menuju ke klinik terdekat yang buka non stop.
Alhamdulillah, saya bisa langsung bertemu dokter jaga di klinik itu.
Kata dia maag saya kambuh, kemungkinan pemicunya dari stress dan saya semalam lupa makan malam.
Sesaat sebelum saya beranjak keluar, tiba- tiba saya teringat sesuatu.
“Surat Izin Sakit!” Teriakku di dalam hati.
Tanpa banyak bertanya si dokter muda yang umurnya paling lebih tua lima tahun saja segera mengambil secarik kertas blanko Surat Izin Sakit dari sudut mejanya. Dan segera membubuhkan tulisan khas dokter yang tidak pernah saya mengerti, dan tanda tangannya.
Surat itu pun akhirnya berpindah ke tangan saya setelah dimasukkan ke dalam amplop putih kecil, setelah saya menandatangani form tanda terima dari asuransi.
Walau pun perut masih terasa agak mual, tapi pikiran saya tiba- tiba menjadi tenang dan riang gembira, karena Allah sudah melindungi saya dari berbohong.
Setibanya di rumah kontrakan, saya langsung menelepon atasan saya, bahwa saya tidak bisa masuk karena sakit, dan utah uger sejak jam dua pagi. Tanpa banyak bertanya lagi dia pun mengiyakan, dan langsung memberikan izin setelah saya bilang bahwa saya baru saja pulang dari klinik.
Selepas sholat subuh berjamaah di mesjid, saya langsung mandi dan memakai baju setelan “melamar kerja”: celana panjang hitam+kemeja lengan panjang+sabuk yang gespernya mengkilat+sepatu vantopel yang baru saja disemir kemarin. Hehehe.
Alhamdulillah, sakit dan mual di perut saya sudah mulai reda. Mungkin karena obat yang tadi langsung saya minum di klinik dan sepotong roti cokat yang tersisa di dalam kulkas mungil saya.
Dan sakit serta mual itu akhirnya hilang sama sekali ketika tiga jam kemudian, saya sudah duduk dengan manis mendengar pengarahan dari agen tenaga kerja itu bersama teman- teman yang juga akan berangkat ke Qatar.
Jujur itu indah!
Diday Tea
12062013