Disiksa Kerinduan

Seharusnya saya tidak boleh mengungkapkan hal ini, karena hanya Allah-lah sumber ketenangan sejati.

Tapi, faktanya secara de facto, hidup saya tidak tenang disiksa kerinduan kepada istri dan anak- anak saya.

Sejak tiba di Qatar, dan tidak bersama mereka, tidur saya tidak pernah nyenyak. Waktu saya sehari- hari jadi teu paruguh kata orang Sunda mah. Saya tidak hadir sepenuhnya di setiap hal yang saya lakukan.

Ada bagian jiwa saya yang tertinggal di Indonesia bersama mereka.

Walau pun saya tidak memikirkan mereka, tapi mereka selalu hadir di dalam kepala.

Hanya kepada Allah saya meminta pertolongan agar diberi kekuatan untuk bisa sabar menghadapi siksa kerinduan yang sangt berat ini.

Doha, 19 Maret 2013

Iklan

Mighty Wife

Sudah lima hari ini istri dan anak- anak saya tinggalkan di Indonesia. Istri saya sakit, dan sempat dirawat beberapa hari karena sakit punggung, dan leukosit di dalam rendahnya di bawah batas normal.

Notabene, saya ingin dia harus bebas tugas dahulu dari semua urusan rumah tangga. Terutama mengurus dua anak- anak saya yang balita. Mereka tentunya memerlukan penanganan khusus yang sangat melelahkah.

Alhamdulillah, di rumah mertuaku banyak bala bantuan. Ada beberapa orang yang bisa menangani mereka.

Jadi aku bisa memastikan bahwa istriku bisa beristirahat total, dan bisa memulihkan dirinya secepat mungkin.

Di Qatar, saya harus melakukan segalanya sendiri.

Ternyata, hal yang paling melelahkan adalah housekeeping. Beres- beres rumah.

Sudah sejak matahari terbit, dan sampai saat tulisan ini ditulis, jam 10:33, baru sebagian kecil sudut kamar (bukan sudut rumah lho!) yang terlihat agak mendingan, dibanding ketika saya baru pertama kali tiba.

Padahal saya sudah mengalami bertahun- tahun hidup mengontrak rumah sendiri, dan bisa survive.

Tapi kali ini berbeda.

Bukan hanya area yang harus dibereskan lebih luas, tapi lebih cenderung ke mental dan perasaan.

Setelah menikah, saya terbiasa mengandalkan istri saya untuk mengurus segalanya di dalam rumah.

Sejujurnya sih, jarang membantu juga.hehehe.

Hilang deh, skill mumpuni saya untuk bisa hidup sendirian setelah menikah.

Wanita itu memang hebat.

Ibu itu super hebat.

Istri itu super mega big match, eh, super mega hebat sekali!

Adaptasi Lagi

Sejak tiba di Qatar setelah mudik, ini adalah malam ke lima saya merasakan kelelahan yang luar biasa ketika bangun tidur.

Entah apa penyebabnya. Kalau dirunut sih, mungkin saja tubuh saya belum siap untuk langsung bekerja dan beradaptasi lagi dengan iklim Qatar.

Walau “jadwalnya masih musim dingin, tapi perbedaan suhu di sini bisa sangat drastis.

Sangat dingin di pagi hari, dan lumayan panas di siang hari. Pagi dan malam, suhu sekitar 12-18 derajat Celcius. Tapi siang hari bisa mencapai 27-37 derajat Celcius.

Di Indonesia, suhunya relatif stabil, perbedaan antara pagi dan siang hari tidak terlalu jauh.

Mudik kali ini adalah mudik terpanjang selama saya bekerja di Qatar, 35 hari.

Begitu kembali lagi ke Qatar, tubuh ini harus beradaptasi lagi dengan cuaca dan makanan.

Menangkap Ide

Jarak antara tempat kerja saya ke rumah kurang lebih 90km. Dengan bis jemputan, jarak sejauh itu bisa ditempuh kira- kira satu jam lebih sepuluh menit.

Untuk orang- orang yang memang gampang tidur, waktu selama itu dengan mudah saja mereka habiskan sebagai waktu tambahan tidur semalam, atau tambahan tidur siang. Tergantung shift malam atau siang.

Terus teran, jika tidak benar- benar kurang tidur atau kelelahan di pekerjaan, saya hampir tidak pernah bisa tertidur di dalam bis.

Pada hari kerja, praktis ada waktu hampir tiga jam yang ada.

Pilihan saya ya cuma dua, tidur atau melakukan hal yang produktif. Menulis, membaca, melamun, mendengarkan musik atau murottal, pengajian dan lain- lain.

Tapi, seringkali itu semua malah membuat pusing.

Akhirnya bisa saya dapatkan hal terbaik yang harus saya lakukan di perjalanan panjang itu.

Mengumpulkan ide.

Orang lain mungkin melihat ketika di bis saya suka melamun, atau seperti mereka , ikut tidur.

Walau mata terpejam, tapi pikiranku tetap sadar dan sangat sulit untuk sepenuhnya tertidur.

Ketika ide tulisan tiba- tiba datang, segera kutangkap. Biasanya langsung kubuat email ke diriku sendiri dengan subjek “ide tulisan”.

Lalu setelah tiba di rumah, ide- ide itu aku buka dna pindahkan ke file Word untuk kueksekusi menjadi tulisan yang penuh.

Metode ini sangat membantu di periode penyelesaian penulisan buku saya yang pertama, “Oase Kehidupan Dari Padang Pasir”, yang diterbitkan oleh Quanta Elexmedia.