Clash of Iklim-itation


Sejak aku bisa mengingat kehidupan, kira-kira umur 3 tahun, dan sampai enam belas tahun setelahnya, aku selalu hidup di tengah sejuknya udara dingin kota Bandung. Selama sembilanbelas tahun itu pula aku tidak pernah mengenal istilah kepanasan, karena sepanas apa pun di Bandung, angin sepoi-sepoi yang dingin akan selalu mengusap lembut kulit ku dengan kesejukannya, menghilangkan teriknya cahaya matahari yang menimpa permukaan kulitku.

                Alangkah kagetnya aku ketika menginjakkan kaki pertama kali di Cilegon. Kota ini hampir ngga ada pisan sejuk-sejuknya, sepanjang hari selalu panas dan lembab.

                Jika di Bandung, sepulang sekolah dan kita tiba di depan rumah , selalu ada momen khusus. Momen paling berkesan dan melegakan, ketika membuka pintu, karena langsung terasa kesejukan yang luar biasa yang menghambur dari dalam rumah, layaknya AC 1 pk, menghembus lembut ke muka kita menghilangkan keletihan setelah berada di sekolah seharian (padahal mah sekolahnya cuma sampe jam empat ,maen bola dua jam, plus nunggu bis DAMRI setengah jam, dan perjalanan yang sangat dramatis di dalam bis DAMRI kira-kira satu jam..hehehe).

                Di Bandung, sepanas apapun air akan tetap selalu dingin. Setiap sehabis mandi, kita akan mendapatkan kesegaran luar biasa, seletih apa pun badan kita, akan langsung terasa bersih, segar bugar, sehat wal afiat, dan joss lagi.

                Di Cilegon, setelah seharian dimarahi dan dilengkapi dibentak- bentak, dan tak lupa sedikit bonus “hujan local”,  sama bos yang orang Jepang, sangat bertolak belakang dengan di Bandung. Hati yang sudah panas, badan yang sudah letih, seketika langsung bertambah panas. KArena ketika membuka pintu rumah, wuusssss, udara panas langsung menghembus dari dalam rumah kontrakanku itu. Hampir tidak jauh berbeda panasnya ketika kita membuka rice cooker. Maklum, dengan posisi teknisi junior, gajiku belum mampu untuk membeli ac dan membayar tagihan listrik yang psti berlipat- lipat jika ada ac. :D.

                Itu baru membuka pintu saja. Believe it or not, ketika mandi, ternyata airnya hangat..Sehabis mandi bukannya seger, tapi malahmakin gerah. Hanya daki dan keringat saja bisa hilangkan dari tubuh kita, selebihnya, hanya kegerahan.  Kipas angin sedikit menolong sih, tapi kalau lupa dimatiin, alhasil dijamin besoknya aku langsung masuk angin dan batuk pilek. Lengkap deh pokoknya mah! Panasnya poll..

                Ada sih beberapa hari dalam setahun di mana aku bisa merasakan kedinginan seperti di Bandung, kira-kira setelah tengah malam dan sebelum subuh lah, itu pun di luar ruangan. Di dalam ruangan mah, selama tidak ada ac tetep..gerahhh..!

                Selama hampir tujuh tahun di Cilegon, Alhamdulillah aku bisa beradaptasi dengan semua hal, pekerjaan baru, makanan, budaya Banten, bahasa Banten, kultur kerja orang Jepang, dan hampir semua hal. Hanya satu hal yang masih belum bisa kutanggulangi, bahkan sampai aku meninggalkan kota itu, yaitu cuaca panas dan kelembaban tinggi sepanjang tahun.

                Setelah pindah ke Qatar pun, tidak pernah kusangka, tak pernah kuduga, dan tak pernah kubayangkan sebelumnya kalau ternyata aku akan menghadapi panas dan lembab yang luar biasa. Ya iya lah, secara, aku tiba di Doha bulan Januari. Di sini masih musim dingin. Perpaduan antara dinginnya Rancaupas atau Ciwidey, dengan keringnya udara….aduhhh, di mana ya? (perasaan belum pernah mengalami udara kering kalau di Indonesia mah. :D).

Ternyata kita salah kostum! Kita malah siap-siap untuk musim panas, jadinya ya ngga bawa jaket lah. Di pikiran kita Negara Timur Tengah ya pasti panas. Dan pula ngga ada seorang pun yang ngasih tau kalau di Arab juga ada musim dingin..(ini mah ngeles). Padahal mah memang sedikit kurang inpo, karena sejak menginjakkan kaki di pesawat yang menari- nari di pikiran, dan menggantung di hati, serta terpencet-pencet di kalkulator cuma “gaji Qatar”, “gaji Qatar”, “gaji Qatar”..Dasar cowo matre!

 

Kembali ke pembahasan musim panas, saya tutup dengan dua kalimat untuk menggambarkan kondisi panas di dua kota yang pernah saya tempati selama beberapa tahun, dengan standar kondisi iklim di kota Bandung.

Kalau ingin tahu iklim Cilegon seperti apa, bayangkan saja tengah hari di Bandung, sodara-sodara duduk di teras, sambil ngakeul nasi (mengaduk-ngaduk nasi yang baru diangkat dari rice cooker atau penanak nasi).

Yang paling dramatis jelas di Qatar dong!

Jika ada yang nanya seperti apa Qatar di musim panas, jawab saja begini:

“Bayangkan diri kamu, tengah hari bolong, di terminal Leuwipanjang, berdiri di belakang knalpot bis Damri yang baru nyampe dari Ledeng atau Jatinangor, sambil meniupkan hair dryer yang menyala ke muka kamu, dilengkapi dengan pasir yang berterbangan, terus, jika kamu mandi, bayangkan saja jika kamu mandi dengan  air panas satu banding satu dengan air dingin!” Mantab kan? 😀

Tapi insyaallah, sepanas apa pun Qatar di musim panas, kita harus selalu tersenyum selebar mungkin… J HMMMMMM>>!

 Dan ingatlah angka- angka di slip gaji sesering mungkin…
 

Didaytea

Yang sangat bersyukur sekarang mah sudah bisa masang AC di rumah.. 😀

 

Iklan

Satu pemikiran pada “Clash of Iklim-itation

  1. pipit berkata:

    nice story… pit ge sami nuju ngarumas di serang ,, ti kecil d bandung,, komo pas analis ortu pindah ka subang deket ciater,, apal meureun aerahna dingin pisan,,, i miss it, T_T..

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s