Menuai Jaminan Allah


“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (dari kesulitan). Dan Allah akan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah swt. akan mencukupkan (keperluan) nya.” (Q.s. At-Thalaq [65]: 2-3) Seraya berlindung kepada Alalh Azza wa Jalla dari kemungkinan berbuat ghibah, kita mulai tulisan ini dengan kisah pengalaman pahit yang pernah dialami seorang saudara kita. Allah jua yang berkuasa membukakan pintu hikmah-Nya bagi kita sekiranya kisah ini sudah menjadi jalan tersingkapnya menjadi kebenaran janji dan jaminan Allah Swt. atas hamba-hamba-Nya yang sungguh-sungguh ingin mengenal dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Kisah pahit ikhwan kita ini dimulai ketika ia menjualkan rumah ibunya, yang uangnya kemudian dipakai sebagai modal untuk membuka usaha service barang-barang elektronik. Pada suatu malam Allah Swt. menakdirkan tempat usahanya itu dibobol pencuri. Kandas habis semua barang-barang di dalamnya dibawa pencuri. Bukan hanya perangkat service miliknya, namun juga barang elektronik berharga milik orang lain yang sedang diservicenya. Jadi selain seluruh modalnya amblas, ia pun harus mengganti barang-barang berharga milik orang lain yang ikut lenyap tersebut. Karena tidak dapat mengganti, ia pun dikejar-kejar oleh para pemilik barang, sehingga larilah ia sembunyi di rumah mertuanya.

Di tempat persembunyiannya pun tak kurang-kurang menderita. Selain menderita batin, juga ia dan isterinya menderita kekurangan makanan. Suatu hari isterinya yang memang tengah mengandung jatuh terpeleset di kamar mandi, sehingga mengalami pendarahan dan melahirkan sebelum waktunya. Untuk menyelamatkan nyawanya, sang isteri harus dimasukkan ke rumah sakit. Semakin bertambahlah beban biaya yang harus dipikulnya. Sementara harus pontang-panting mencari uang untuk mengganti barang-barang orang lain yang hilang tersebut, beberapa waktu kemudian ia pun harus segera dihadapkan pada biaya yang harus tersedia untuk mengeluarkan isteri dan bayinya dari rumah sakit.

Maka atas nasehat seorang kiai yang ditemui, ia pun berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah Swt. agar ditolong dari musibah ini. Suatu ketika bertemulah ia dengan seorang yang bersedia meminjamkan sejumlah uang yang dibutuhkannya dan ia mengira inilah pertolongan Allah Swt. akan tetapi ternyata si penolong ini tak lebih dari seorang rentenir, yang bersedia meminjamkan uang asal dikembalikan dalam waktu lima belas hari dengan jumlah dua kali lipat. Tanpa berpikir panjang lagi ia pun menyetujuinya karena ingin segera menggendong dan mencium sang jabang bayi. Ia dapat berkumpul kembali dengan anak isteri, tetapi waktu lima belas hari ternyata terlalu singkat untuk dapat mengembalikan uang pinjaman kepada rentenir itu. Tak ayal kesulitan barupun datang mendera. Sang rentenir menagih paksa sambil membawa aparat keamanan kembali ia pun menjadi “buronan” berjuang ke sana ke mari mencari uang.

Namun ikhtiarnya tak membawa hasil juga. Ia pun akhirnya sampai kepada puncak keputusasaan dan berniat hendak merampok saja. Beruntung Allah masih menolongnya dengan sisa keimanan di dadanya, sehingga urung tergelincir ke lembah nista. Pada suatu hari, dalam pelariannya, ia bertemu dengan ibunya. Ia diajak pulang dan di situ memohon ampunan kepada sang ibu atas segala kekhilafannya yang mungkin telah diperbuatnya di rumah ibunya. Ketika lewat tengah malam dalam tidurnya ia bermimpi dipanggil-panggil oleh kiai yang pernah ditemuinya. Karena itu, besok paginya iapun pergi menemui kiai itu dengan wajah penuh duka dan mata memerah karena kurang tidur. Ia menuturkan rentetan penderitaannya selama ini, sang kiai menyarankannya agar bertaubat kepada Allah Swt. Memang dalam sebuah riwayat, Imam Hasal Al-Basri selalu menasehatkan orang-orang yang datang kepadanya, karena suatu musibah, agar terlebih dahulu bartaubat, sebelum berdoa memohon pertolongan Allah Swt. dan berikhtiar Insya Allah. Allah Swt. akan menolong hamba-Nya karena Dia tahu persis segala keadaann yang menimpa manusia. Soal mengapa Allah Swt. sepertinya belum menurunkan karunia pertolongan-Nya juga, itu karena kita saja yang belum bersungguh-sungguh kepada-Nya.

Seraya menasehatkan agar ia bertaubat dan memohon pertolongan dengan sungguh-sungguh kepada Allah Swt. kiai itupun membantunya berdoa kepada Allah Swt. singkat cerita. Perlahan-lahan ia pun dapat melepaskan diri dari musibah beruntun tersebut dengan izin Allah Swt. Apa hikmah yang bisa kita petik dari kejadian tersebut, hal yang utama dan yang paling pokok, di dalam mengarungi kehidupan ini adalah tetap yakin hanya Allah-lah penentu dalam segala kejadian. Kejadian-kejadian sesulit apa pun yang menimpa kita hendaknya jangan sampai membuat kita berputus asa dari rahmat Allah Swt. dan tergelincir ke dalam perbuatan yang mengandung aib karena setiap kejadian yang menimpa manusia itu “Laa yukallifullahu nafsan illaa wush’ahaa”. (Q.s. Al-Baqarah [2]:286). Allah Swt tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya! Semua musibah yang terjadi menimpa kita sudah lengkap di dalam perhitungan yang sangat cermat dan sempurna dari Allah Swt. dan pasti bukan dimaksudkan utuk menganiaya kalau kita termasuk orang beriman. Walaupun kenyataannya seperti menyakitkan, namun sekali-kali bukanlah karena Allah Swt. sengaja zalim terhadap hamba-Nya. Dasar perbuatan Allah itu adalah rahmat. Kasih sayang.

Hanya saja kita yang suka berburuk sangka kepada Alalh Swt. kasih sayang Allah dibalas dengan kemaksiatan, adakah berupa sikap berburuk sangka kepada Allah Swt., berputus asa, menggantungkan pertolongan pada selain Allah Swt., dan sebagainya. Karena, terasa begitu menderita ketika menjalani ujian-Nya. Hal kedua adalah bahwa kita harus yakin dengan firman Allah Swt., “Fa inna maál úsri yusran, inna maál úsri yusra”. (Q.s. Al-Insyirah [94]: 5-6). Ingat, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan! Karena itu, hendaknya kita jangan lelah untuk berharap dan memohon pertolongan-Nya bilamana suatu masalah atau kesulitan datang menimpa.

Bahkan, manakala terasa pertolongan Allah Swt. tak kunjung tiba, hendaknya kita dapat istiqamah dalam sikap husnuzhan kepada-Nya. “Aku, “Firman-Nya dalam hadist qudsi, “Sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku dan Aku bersama dengannya ketika ia ingat kepada-Ku…. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku pun mendekat mendekat pula kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, niscaya Aku mendekat kepadanya sedepa. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya sambil berdiri” (H.R. Syaikhani dan Turmudzi dari Abu Hurairah r.a.) Mengapa sikap husnuzhan kepada Allah Swt. itu sangat perlu ditanamkan dalam jiwa? Karena itu sering kali kita menganggap Allah Swt. lambat menolong, itu semata-mata karena disebabkan egoisme saja yang menginginkan pemberian Allah Swt. itu selalu cocok dengan keinginan kita, sehingga tertutuplah pintu hikmah dari Allah Swt. untuk kita, justru karena perbuatan kita sendiri.

Kita menganggap Allah tidak menolong, padahal sesungguhnya Allah telah menolong. Hal ketiga yang harus kita pegang teguh adalah sikap takwa dan tawakkal kepada Allah Swt. seraya berikhtiar sekuat-kuatnya untuk memburu pertolongan-Nya, baik ikhtiar lahir bathin. Maksudnya hati seratus persen yakin akan janji dan jaminan pertolongan Allah, namun segenap anggota tubuh pun dikerahkan seratus persen berikhtiar serta disertai niat dan cara yang benar. Adapun mengenai hasilnya, benar-benar diserahkan sepenuhnya kepada Allah Swt. adalah Dzat yang sangat tahu akan kebutuhan kita, lebih tahu dari pada kita sendiri. Menurut Dr. Ahmad Faridh, tawakkal adalah benar dan lurusnya hati dalam pasrah dan berpegang teguh kepda Allah Azza wa Jalla dalam mencari kemaslahatan dan kebaikan, menolak kemudharatan yang menyangkut urusan dunia maupaun akhirat. Dengan demikian, bagi seorang mukmin, penyelesaian persoalan itu justru dengan melalui taqwa dan tawakkal kepada Allah Swt,. Adapun orang kafir justru menganggap persoalan akan selesai semata-mata dengan berjuang mati-matian, memeras otak, dan mengatur strategi. Bahkan bagi seorang muslim, kerapkali terjadi kendati secara lahiriah ikhtiarnya kurang, tetapi dengan ketaatan yang total kepada Allah Swt., bisa jadi persoalan itu bisa terselesaikan.

Akan datang suatu saat kita terjepit pada suatu situasi yang sama sekali tidak ada celah yang bisa membuat kita dapat menyelamatkan diri. Gelap dan pekat tanpa ada secercah sinarpun, ibarat terkerangkeng dalam sebuah peti yang terbuat dari baja yang sekelilingnya telah dilas, sehingga tak ada lagi celah setitik pun. Bagi orang yang beriman, nanti Allah-lah yangmembuat celah itu sesuka-Nya. Subhanallah, inilah saatnya kita akan dapat menikmati janji dan jaminan Allah Swt. dari arah yang benar-benar tidak kita sangka-sangka.

Inilah janji-janji dan jaminan Allah itu. “… Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah Swt., niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (dari kesulitan). Dan Allah akan memberi rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah SWT., niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”. (Q.s. At-Thalaq [65]:2-3) Umar bin Khatab r.a. pernah menyampaikan wasiat Nabi Saw., “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah Swt. dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah Swt. akan memberikan rizki kepada kalian sebagaimana burung-burung diberi rizki. Mereka terbang dalam keadaann lapar dan pulang dalam keadaan kenyang”. (H.R. Tarmidzi dan Al-Hakim). Jadi tidaklah perlu ada keraguan lagi di hati kita sesungguhnya janji dan jaminan Allah Swt. itu benar adanya. Dan kitapun Insya Allah akan menuainya!. (Aa Gym)

Nasihat Seorang Ibu

Nasihat Seorang Ibu

Seorang ibu memberi nasihat kepada putrinya ketika melepaskannya untuk diboyong sang suami dengan ucapan:

“Hai putriku, kamu akan berpisah dengan tempat kamu dilahirkan dan meninggalkan sarang tempat kamu dibesarkan, pindah ke sangkar yang belum kamu kenal dan kepada kawan pendamping yang belum kamu kenali sebelumnya.”

“Dengan kekuasaan suamimu atas dirimu dia menjadi pengawas dan penguasa. Jadilah pengabdi baginya, supaya ia juga menjadi pengabdi bagimu.”

“Hai, putriku, camkan pesanku yang sepuluh sebagai pusaka dan peringatan untukmu.”

“Bergaullah (berkawan) atas dasar kerelaan (ikhlas). Bermusyawarahlah dengan kepatuhan dan ketaatan yang baik. Jagalah selalu pandangan matanya, jangan sampai ia melihat segala sesuatu yang buruk dan tidak menyenangkan hatinya.”

“Jaga bau-bauan yang sampai ke hidungnya, dan hendaklah ia selalu mencium wewangian darimu. Celak mata memperindah yang indah dan air dapat mengharuimkan bila tidak ada wewangian.”

“Jagalah waktu-waktu makannya dan ketenangan saat tidurnya, sebab perihnya perut disebabkan rasa lapar dapat mengobarkan amarah dan kurangnya tidur sering menimbulkan rasa jengkel.”

“Peliharalah rumah dan harta bendanya, dirinya, kehormatannya, dan anak-anaknya. Sesungguhnya, menjaga harta bendanya ialah suatu penghargaan yang baik dan menjaga anak-anaknya adalah suatu perbuatan yang mulia.”

“Janganlah engkau sekali-kali membocorkan rahasianya dan jangan menentang perintahnya. Bila membocorkan rahasianya kamu tidak akan aman dari tindakan balasannya dan bila kamu menentang perintahnya berarti kamu menanam dendam dalam dadanya.”

“Janganlah engkau terlihat gembira di saat dia sedang sedih dan susah, dan jangan bersikap murung saat dia bergembira. Kedua hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman yang akan membuat keruh rumah tanggamu.”

“Muliakanlah dia agar dia juga memuliakanmu dan banyaklah bersikap setuju agar dia lebih lama menjadi pendampingmu.”

“Kamu tidak akan mencapai apa yang kamu inginkan, kecuali bila mengutamakan keridhaannya atas keridhaanmu, dan mendahulukan hawa nafsunya terhadap hawa nafsumu dalam hal-hal yang kamu senangi dan yang kamu benci.”

(Hikmah dalam Humor, Kisah, dan Pepatah)

Bisikan-Pikiran-Nafsu Birahi-Kehendak Maksiat-Kebiasaan

Bisikan-Pikiran-Nafsu Birahi-Kehendak Maksiat-Kebiasaan

Ulama besar, Ibnul Qayyim, berkata, “Pertahankanlah bisikan yang berdetak agar tetap di hatimu, kalau tidak, hal itu akan berubah menjadi buah pikiran. Bila telah berubah, pertahankanlah semampumu agar ia tetap dalam pikiranmu. Dan kalau tidak mampu, ia akan menjadi nafsu birahi.

Kendalikan nafsu agar ia tertundukkan, dan jika akan lahir rencana buruk dalam bentuk kehendak. Jagalah kehendak itu, karena tidak dijaga niscaya akan menjadi perbuatan maksiat.

Kalau perbuatan maksiat tidak bisa dicegah, ia akan menjadi temanmu sebagai suatu kebiasaan dan adalah sulit bagi manusia meninggalkan suatu kebiasaan.”

Hakikat Doa

Hakikat Doa

”Jangan sampai permintaanmu kepada Allah engkau jadikan alat untuk mendapatkan pemberian Allah, niscaya akan kurang pengertianmu (ma’rifatmu) kepada Allah. Namun, hendaknya doa permintaanmu semata-mata untuk menunjukkan kehambaanmu dan menunaikan kewajiban terhadap kemuliaan Tuhanmu.” (Imam Ibnu Atha’illah)

Allah menyuruh kita berdoa, bukan berarti Allah tidak tahu kebutuhan kita. Allah jauh lebih tahu kebutuhan kita dibanding kita sendiri. Hakikatnya, permintaan yang kita panjatkan terlalu sedikit dibanding dengan karunia yang telah Allah berikan pada kita.

Allah juga tidak membutuhkan doa kita. Walau seluruh manusia dan jin menolak berdoa kepada-Nya, kemuliaan Allah tidak akan berkurang. Sebaliknya, jika seluruh manusia dan jin memohon kepada Allah, kemuliaan-Nya pun tidak akan berubah.

Lalu, mengapa Allah dan Rasul-Nya menyuruh kita berdoa? Ada empat alasan.

Pertama, memperjelas kedudukan kita sebagai hamba dan Allah sebagai Al Khalik. Memahami hakikat diri sebagai hamba, akan menjadikan kita rendah hati. Karena itu, seorang pendoa yang baik akan terhindar dari sikap sombong, malas, dan bergantung selain kepada Allah.

Kedua, doa sebagai sarana dzikir. Allah menyuruh kita berdoa agar kita ingat kepada-Nya. Dengan mengingat Allah, hati kita akan tenang. Dan ketenangan adalah kunci kebahagiaan. Allah berfirman dalam QS Ar Ra’d [13] ayat 28, ”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang.”

Ketiga, doa adalah target. Doa hakikatnya adalah tujuan, keinginan, atau target yang ingin kita raih. Saat kita mengucapkan doa sapu jagat misalnya, maka itulah target kita: selamat dunia akhirat. Saat kita berdoa lunas hutang, maka itulah target kita: bebas utang. Tentu target tidak akan pernah tercapai bila kita tidak mengusahakannya.

Doa adalah pupuk, sedangkan ikhtiar sebagai bibitnya. Tidak mungkin kita akan panen, bila kita segan menebar bibit. Jadi doa yang baik adalah doa yang disertai dengan ikhtiar maksimal. Itulah iman dan amal saleh.

Keempat, doa adalah penyemangat. Pada saat seorang hamba berdoa, maka yakinlah bahwa hamba tersebut memiliki harapan, dan harapan akan melahirkan semangat.

Saudaraku, semangat itu mahal harganya. Sebab, semangat akan menentukan sukses tidaknya seseorang. Pertolongan Allah hanya akan mendatangi orang yang bersemangat; bersungguh-sungguh. Bukankah saat kita bersungguh-sungguh kepada Allah, maka Allah akan lebih bersungguh-sungguh lagi kepada kita?

Saudaraku, perbanyaklah berdoa kepada Allah. Doa adalah inti ibadah. Doa adalah senjata orang beriman. Doa adalah pengubah takdir. Doa pun menjadi kunci terbukanya pertolongan Allah. Karena itu, yang terpenting dari doa bukan urusan terkabul tidaknya doa kita. Yang terpenting dari doa adalah berubah tidaknya diri kita karena doa. Wallaahu a’lam.
aa gym


didaytea!

Khawatirlah!

Dari situsnya bapak Mario Teguh..
dengan sedikit modifikasi..

By Ferry Permadi,
“KEKHAWATIRAN”

Dalam hidup, sering kali kita merasa khawatir.

Saya sangat khawatir sekali akan banyak hal;

Saya sangat khawatir, bahwa anak saya nanti tidak mendapatkan pendidikan yang baik untuk masa depannya.

Saya sangat khawatir, ketika menyadari bahwa pendapatan saya hanya bersaing dengan kebutuhan yang semakin lama semakin menunjukan potensi kemenangannya.

Saya sangat khawatir, ketika setiap tahun berkurangnya usai tidak sebanding dengan kebaikan dan manfaat yang telah kita berikan.

Saya sangat khawatir, ketika banyak impian dan cita-cita yang belum dapat terwujudkan.

Saya sangat khawatir, ketika ternyata upaya kita selama ini, masih jauh dari cukup dibanding mereka yang telah mencapai keberhasilan yang kita impikan.

Kebahagiaan adalah tidak adanya ketidak-bahagiaan.

Ketidak-bahagiaan adalah keadaan di mana hadir kekhawatiran dan atau ketakutan.

Dengan demikian kita bisa disebut berbahagia bila kita bisa terlepas dari rasa khawatir atau rasa takut.
Dan ternyata memang benar, tidak mungkin seseorang bisa menyebut dirinya berbahagia,
bila kualitas hidupnya terlukai oleh hadirnya rasa khawatir atau rasa takut.

Rasa khawatir adalah bibit dari rasa takut. Dan rasa khawatir yang tidak dikelola dengan baik akan tumbuh menjadi sebuah ketakutan,
yang kemampuan merusaknya jauh lebih besar dari rasa khawatir.

Apakah banyaknya rasa kekhawatiran saya menjadi penghalang bagi Kebahagiaan?
Apakah saya tidak bisa berbahagia dengan banyaknya rasa khawatir?.

Hidup ini demikian penuh dengan alasan untuk merasa khawatir dan merasa takut,
sehingga bila suatu hari kita mendapati hati ini terbebas dari rasa khawatir,
sama sekali tidak merasa khawatir,… justru itu-lah saat untuk mulai merasa khawatir.

Kedengarannya sebagai sebuah double-standard, karena kenyataan yang satu membatalkan yang lain.

Sebetulnya tidak. Yang dari luar tampak sebagai sebuah standar ganda,
sebetulnya lebih sering berupa pengamatan tentang dua titik ekstrim dari sebuah kontinum.
Seperti, membalas atas kejahatan orang kepada kita itu dibenarkan,
tetapi akan lebih baik bagi kita apabila kita memaafkan.

Orang yang benar-benar khawatir akan berupaya lebih sungguh-sungguh.

Jadi, … khawatirlah.

Ternyata pengertian dari anugerah rasa khawatir itu sangat indah.

Rasa khawatir merupakan satu sumber kekuatan yang diciptakan seperti kesulitan yang dibaliknya terdapat kemudahan.

Rasa khawatir yang tidak dikelola dengan baik, yang dibiarkan tumbuh menjadi ketakutan, akan menjadikannya sebagai penghalang kebahagiaan.

Sebagai kesulitan, karena dengan rasa takut yang ditimbulkannya menjadikan kita tidak lagi berani mengupayakan perbaikan.

Tidak berani keluar dari zone kenyamanan yang kita anggap tidak akan ada perubahan.

Tidak berani mengupayakan sesuatu yang baru, yang menjadi pemungkin keadaan baru.
Bagaimana kita bisa mengharapkan hasil yang baru dengan upaya yang tidak baru?.

Rasa Khawatir, yang menjadikan kita berupaya lebih bersungguh-sungguh didalamnya dijanjikan kemudahan didalam upaya dan kesungguhan kita.

Sahabat dalam kesempatan baik ini, ijinkan saya untuk mengutip tulisan indah dari guru kita ” Kepada Engkau yang sedang Gelisah”.

Semoga tulisan yang menenangkan kegelisahaan ini, dapat menjadikan kita lebih kuat dan berhasil memenangkan kekhawatiran-kekhawatiran kita.

Dia,

Tuhan mu Yang Maha Pengasih,

menunggu mu

agar engkau datang bermanja-manja kepada-Nya

meminta maaf karena keraguan mu,

mengembalikan kesadaran mu

kedalam kasih sayang-Nya

Dia,
ingin mendengar mu berjanji lagi

dengan meminjam kesungguhan

dari janji mu yang terakhir,

bahwa engkau tidak akan lupa lagi,

bahwa apa pun yang terjadi

adalah untuk kebaikan mu.

Katakanlah bahwa engkau telah mengerti

bahwa semua upaya dan hasil mu tidak penting

bila dalam pencapaiannya

engkau menjauh dari-Nya.

Berjanjilah kepada Tuhan mu,

bahwa dalam keraguan mu yang akan datang,

engkau akan menjaga diri mu

bermanja-manja dekat dengan-Nya;

karena engkau tahu

bahwa bila Dia berkenan,

tidak ada yang tidak akan Dia berikan

kepada mu,

meskipun apa pun,

Bila Dia berkenan.

Seberapa jauh pun perjalanan mu,

engkau akan sampai bila engkau dekat dengan-Nya.

Seberapa sulit pun pencarian mu,

engkau akan menemukan

bila engkau mencari.

Seberapa jauh pun engkau hilang,

engkau akan dicari dan ditemukan

bila engkau mencarikan jalan

bagi saudara mu yang kehilangan jalan.

Maka bila kegelisahan datang lagi kepada mu,

sambutlah ia dengan penghormatan bagai kepada tamu

yang membutuhkan pengertian baik.

Sesungguhnya,

kegelisahan mu hanyalah kekuatan mu

yang sedang kebingungan.

Maka, damaikanlah diri mu.

Pulihkanlah jiwa mu

kepada keindahan asli mu.

Keindahan jiwa mu

adalah sumber dari semua kekuatan mu.

– MT –