Sumber Ketenangan itu
“Tidaklah dunia akan menjadi obsesi seseorang, kecuali dunia menjadi sangat melekat di hatinya dalam empat keadaan: Kefakiran yang tak kenal kekayaan, keinginan yang tak putus asa, kesibukan yang tak pernah habis, dan angan-angan yang tak ada ujungnya.” (Umar bin Khattab)
Mari kita mulai hari ini dengan ungkapan syukur. Setiap hari anugerah dan nikmat-Nya selalu turun kepada kita, meski pada hari kemarin dan bahkan pada hari ini pun kemaksiatan dan dosa selalu kita lakukan. Setiap jam, perlindungan dan pemeliharaan-Nya terus menerus mengayomi kita, padahal pada jam yang lalu dan mungkin pada jam ini, kita masih menentang-Nya dengan dosa-dosa dan keburukan-keburukan kita. Allah telah membawa kita pada hari ini. Allah memberi kesempatan pada kita untuk menghapus dosa dan beramal shalih.
Saudaraku,
Mari ucapkan istigfhar. Mohon ampun atas segala kesalahan. Syukur atas ampunan dan semua karunia-Nya yang tak pernah berhenti. Ada sebuah hadits yang patut kita renungkan di waktu pagi. Rasulullah Saw pernah mengatakan, bahwa setiap masuk waktu pagi, ada dua malaikat mengajukan permohonan mereka kepada Allah Swt. Malaikat pertama berdo’a: “Ya Allah berikanlah ganti bagi orang yang menginfaqkan hartanya.” Yang kedua berdo’a: “Ya Allah jadikanlah semakin tidak punya orang yang yang pelit terhadap hartanya.” Renungkanlah butir-butir do’a yang diucapkan para malaikat yang suci itu.
Saudaraku,
Adakah do’a malaikat Allah yang tak pernah bermaksiat itu ditolak Allah? Mungkinkah permohonan itu tidak diijabah oleh Allah? Kaitkanlah do’a para malaikat itu dengan firman Allah dalam surat Saba’ ayat 39 yang artinya: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa-siapa yang dikehendaki-nya) dan apa saja yang kau infaqkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya.
Rizki mutlak ada dalam genggaman kuasa Allah Swt. tak satupun makhluk yang bisa menentukan kadar dan bagian rizki. Do’a para malaikat yang diucapkan setiap pagi, dan juga firman Allah Swt tadi sesungguhnya menegaskan bahwa nilai harta yang dikeluarkan di jalan Allah takan hilang.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan, “Kandungan ayat tersebut adalah, apapun yang kalian infaqkan sesuai dengan apa yang Allah perintahkan maka Allah pasti akan menggantikan sesuatu itu untukmu sejak di dunia. Lalu di akhirat, Allah akan memberikan balasan pahala atasmu”. Allah menjamin bahwa tak pernah ada orang yang berinfaq, bersedeqah, berzakat, berderma dan semacamnya, yang kemudian jatuh miskin.
Perhatikanlah saudaraku,
Kenyataan hidup yang kita lihat di sekitar kita. Atau bahkan, pengalaman kita sendiri selama ini. Perhatikanlah sabda Rasulullah yang dikutip dalam tafsir Ibnu Katsir, “Anfiq yunfaq alaik….” Berinfaqlah, maka kalian akan diberi infaq. “Ma naqasha malun min shadaq”. Artinya, harta tidak akan berkurang karena shadaqah.
Saudaraku,
Perhatikan keadaan teman-teman, sahabat, orang tua atau siapapun yang ada disekitar kita. Benarkah jaminan Allah tersebut? Adakah orang yang jatuh pailit karena ia banyak berinfaq atau bersedeqah? Adakah orang yang akhirnya jatuh miskin akibat ia membantu saudara-saudaranya di jalan Allah?
Tapi kenapa kita kerap menolak dan enggan untuk menyisihkan sebagian harta untuk kepentingan fi sabilillah? Mari kita waspada dengan tipu daya syaitan yang selalu menakut-nakuti dengan kefakiran, sehingga seseorang menjadi bakhil untuk mengeluarkan hartanya di jalan Allah Swt. “Syaitan itu menjanjikan kefakiran dan memerintahkan kalian pada kekejian. Sedangkan Allah menjanjikan kalian maghfirah (ampunan) dari-Nya dan karunia. Dan, Allah Maha luas pengatahuan-Nya”, begitu firman Allah dalam surat Al Baqarah, ayat 268.
Infaq, shadah, zakat tak pernah membuat orang miskin, dan justru akan menjadikan jiwa seseorang pantang gelisah dan jauh dari kondisi resah. Itu manfaat lain dari mengeluarkan infak di jalan Allah. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabial ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa.” (QS. Al Ma’arij: 19-25)
Saudaraku,
Logika beramal shaleh memang kerap tidak sejalan dengan logika kemanusiaan dan keduniaan. Bukan hanya tidak sejalan, bahkan bisa saja sangat bertentangan. Lihatlah contoh lain dari hadits Rasulullah Saw. “Dua raka’at fajar itu lebih baik dari dunia dan seisinya. (HR Muslim dari Aisyah). Atau hadits lain, “Pergi di pagi hari di jalan Allah lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR Bukhari dan Muslin dari Anas)
Itulah logika ketaatan. Itulah logika pahala dan karunia Allah Swt. yang mungkin menjadi masalah, adalah bila kita membatasi balasan Allah itu semata pada kita membatasi batasan Allah itu semata pada batasan material yang berbentuk uang. Sebab penggantian yang Allah berikan tidak selalu berarti bahwa orang yang berinfaq akan menjadi kaya secara materi. Akan tetapi Allah menjamin hidupnya menjadi tahu, harta tak pernah menjamin hidupnya berkecukupan, dan ini tentu lebih baik. Sebab kita semua tahu, harta tak pernah menjamin kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Yang membahagiakan adalah rasa cukup itu. Balasan Allah di dunia, bisa berupa kebaikan keluarga, kesehatan, berkah harta yang ada dalam kesedikitan dan sebagainya. Bisa juga balasannya bersifat maknawi seperti petunjuk pada kebenaran, ditolong untuk melakukan kebaikan, kelapangan hati, ketenangan bathin, tumbuh dan mekarnya kecintaan orang lain kepada kita, dan lain sebagai. Terlebih lagi balasan di akhirat.
Orang yang tak mengerti, mengetahui bahwa rizki bathin itu lebih membuat bahagia dan lebih kekal dari apapun yang sifatnya terlihat oleh mata. Ada orang yang bodoh, tapi ia kemuadian memiliki harta dunia dan berlimpah. Ada orang pintar, kuat, sehat, pandai tapi ia tidak memiliki harta bahkan ia miskin. Seperti ungkapan seorang salafushalih, “Sesungguhnya Allah memelihara hamba-Nya dari dunia sebagaimana ia memelihara salah seorang kalian dari makan dan minum yang membawa penyakit.”
Lebih tegas lagi jika kita melihat hadist qudsi dari Rasulullah saw yang berbunyi, “Sesungguhnya ada di antara hamba-Ku yang tidak menjadi baik kecuali bila ia dalam kondisi fakir. Bila kau beri kekayaan padanya niscaya hal itu akan merusaknya. Dan sesungguhnya ada di antara hamba-Ku yang tidak baik keadaannya kecuali bia ia dalam kondisi kaya, jka ia aku fakirkan maka itu akan merusaknya.”
Saudaraku,
Sayyidina Umar ra pernah berpesan, “Tidaklah dunia akan menjadi obsesi seseorang, kecuali dunia menjadi sangat melekat di hatinya dalam empat keadaan: Kefakiran yang tak kenal kekayaan, keinginan yang tak putus-putus, kesibukan yang tak pernah habis, dan angan-angan yang tak ada ujungnya.”
Mencari Mutiara di Dasar Hati seri 1 oleh Muhammad Nursani
alhamduLILLAH jazaakLLAAH khayrul jazaa
nasihat antum bnyk mnmbh manfaat untuk saya………..