Memberi yang Kita Butuhkan

Memberi yang Kita Butuhkan

“Diamlah, tidakkah engkau tahu bahwa kebutuhan orang kepada kamu itu adalah nikmat Allah kepadamu. Hati-hatilah kalian jika kalian tidak bersyukur terhadap nikmat Allah lalu berubah menjadi bencana. Tidakkah engkau justru memuji Allah karena masih ada orang yang meminta kapadamu?” (Fudhail bin Iyadh)

Saudaraku
kita kerap merasa sulit memahami sikap-sikap mulia para sahabat dan salafushilah. Ada banyak bentuk pengorbanan yang mereka lakukan untuk kepentingan orang, tapi sangat sukar dicerna oleh logika keduniaan dan kemanusiaan kita. Bayangkanlah apa yang dilakukan seorang sahabat Anshar untuk memuliakan seorang tamu yang sama sekali tidak begitu ia kenal sebelumnya. Ketika suatu hari ada seseorang mendatangi Rasulullah saw namun Rasul tidak memiliki makanan apapun untuk dihidangkan. “Siapa yang bisa memberi hidangan kepadanya?” Tanya Rasulullah kepada para sahabatnya. Serta merta seorang sahabat Anshar langsung menyambutnya “Saya ya Rasulullah,” katanya.
Tahukah kita, bila sebenarnya kondisi sahabat Anshar itu pun sedang tak mempunyai makanan apapun, kecuali makanan untuk anak-anaknya? Karena ketika ia pulang kerumah dan menceritakan masalah itu pada isterinya. Sang istri lalu mengatakan lirih, “kita tidak mempunyai apa-apa untuk tamu itu, kecuali makanan untuk anak kita.”
Apa siakp sahabat Anshar yang sulit dicerna oleh logika kita itu? Lihatlah, bagaimana ketulusan sahabat untuk memuliakan sang tamu yang luar biasa. Ia menginstruksikan isterinya untuk menghidangkan makanan apapun yang mereka punya, mematikan lampu rumah dan menidurkan anaknya yang kelaparan jika bangun ingin makan malam. Saat sang tamu datang, rumahnya gelap dan tuan rumah menawarkan sang tamu datang, rumahnya gelap dan tuan rumah menawarkan sang tamu untuk makan bersama. Ia sengaja mematikan lampu, agar tampak sepertinya ia mendampingi sang tamu makan pada malam itu. Padahal ia sekeluarga, melewati dingin sepanjang malam tidak makan dan menahan lapar. Ketika Rasulullah saw mendengar sikap sabahat Anshar itu, ia tersenyum dan mengatakan, “Allah swt tertawa pada malam itu. Dia kagum dengan apa yang kalian berdua lakukan.”
Bagaimana logika kita memaknai sikap seperti ini saudaraku? Seperti itulah bentuk pengorbanan yang dicontohkan para sahabat radhianllahu anhum. Kita memang sulit menafsirkan cara berpikir mereka yang mengorbankan kebutuhan pribadi dan keluarga, hanya untuk seorang tamu. Itu mungkin karena kita lebih sering berpikir dengan naluri pertimbangan keduniaan daripada pertimbangan keakhiratan, kita mungkin lebih sering menimbang masalah dari sudut kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam pikiran kita, tapi lebih mengecilkan peran-peran Allah swt. kita mugnkin lebih banyak menggunakan logika soal batas kemampuan kita dalam melakukan ketaatan, padahal Allah swt pasti menyediakan kemampuan manusia untuk melakukan apapun untuk taat kepada-Nya.

Saudaraku,
Sikap sahabat Anshar itulah yang kemudian membuat Allah tertawa karena takjub terhadap ketulusan dan kebaikan hamba-Nya. Bayangkanlah, Allah tertawa karena takjub terhadap sikap hamba-Nya.

Saudaraku,
Sahabat dari kalangan Anshar memang memiliki banyak keistimewaan, salah satunya adalah sikap mereka yang sangat mementingkan orang lain ketimbang diri mereka sendiri. Mereka jalani pengorbanan-pengorbanan besar seperti itu dengan hati lapang, tentram, tenang. Syaikh As Sadiy rahimahullah, dalam tafsirnya mengatakan, “Lebih mengutamakan orang lain, adalah salah satu kelebihan sifat kaum Anshar ketimbang yang lainnya. Kaum Anshar memiliki sifat lebih mendahulukan orang lain dalam hal harta dan lainnya, padahal mereka sendiri sedang membutuhkannya. Sekalipun mereka dalam tingkat darurat dan mendesak untuk kebutuhan itu. (Tafsir As Sadiy, Tafsir fi Tafsir Kalam Al Mannan, 1025).
Renungkanlah sikap seorang sahabat yang sangat ingin berderma dan membantu orang lain, namun ia tak memiliki harta. Namanya Abu Dhamdham. Ya Rasulullah, katanya suatu ketika. “Aku benar-benar tidak mempunyai harta untuk disedeqahkan pada orang lain. Tapi aku telah bersedeqah untuk mereka dengan kehormatanku. Jika ada orang yang memukul atau menuduhku, ia tetap bebas dariku,” sampai-sampai Rasulullah saw bersabda, “Siapa diantara kalian yang bisa berlaku seperti Abu Dhamdham, maka lakukanlah.”

Saudaraku,
Tidak heran jika banyak diantara para sahabat itu yang rela gugur syahid di medan perang, yang artinya sama dengan menyerahkan nyawa untuk agama dan kemuliaan umatnya. Tidak heran jika salah satu syiar hidup yang mereka jadikan pegangan adalah syiar, “In lam yakun bika alaya ghadab, falaa ubaalii.” “Ya Allah, selama engkau tidak murka kepadaku maka apapun yang kualami, aku tidak peduli.” Mereka juga begitu menghayati prinsip hidup sebagaimana bunyi syair, “idzaa aradta an tas’ada fa asidil akharin”, jika engkau ingin meraih bahagia, bahagiakanlah orang lain.
Mereka bisa memilih dan menempatkan sikap yang tepat. Jika mereka menginginkan ridha Allah, maka mereka akan mengabaikan apapun keridhaan lainnya yang menghalangi mereka meraih ridha Allah. Jika mereka menginginkan meraih kebahagiaan akhirat, mereka akan membuang keinginan kebahagiaan semu yang bisa menjauhkannya dari keinginan bahagia di akhirat. Jika mereka ingin menapaki jalan yang bisa mengantarkan mereka pada surga, maka mereka akan menutup semua pintu yang bisa mengarahkannya pada jalan selain surga. Seperti yang pernah dikatakan seorang shalih, “Jika manusia takut kepada neraka sebagaimana ia takut kepda kemiskinan, niscaya ia akan selamat dari keduanya. Kalau ia menginginkan surga sebagaimana ia menginginkan kekayaan niscaya ia akan mendapatkan keduanya. Dan jika ia takut kepada Allah dalam hatinya sebagaimana ia takut pada Allah dalam prilakunya secara lahir, niscaya ia bahagia di dunia dan akhiratnya.”
Mereka adalah orang-orang yang sangat peka dengan peran-peran yang harus dilakukannya untuk orang lain. Mereka tetap bisa meraba sesuatu sebagai nikmat Allah swt disaat orang lain menganggap sesuatu itu bukan sebagai nikmat Allah swt. seorang murid dari ulama terkenal Fudhail bin Iyadh rahimahullah, bercerita, “Aku pernah bersama seorang alim, Fudhail bin Iyadh. Suatu ketika ada seseorang datang dan meminta uang darinya berkali-kali. Aku mengatakan pada orang itu, “Pergilah, jangan ganggu syaikh.” Tapi Fudhail malah mengatakan, “Diamlah, tidakkah engkau tahu bahwa kebutuhan orang kepada kamu itu adalah nikmat Allah kepadamu. Hati-hatilah kalian jika kalian tidak bersyukur terhadap nikmat Allah lalu berubah menjadi bencana. Tidakkah engkau justru memuji Allah karena masih ada orang yang meminta kepadamu?”
Saudaraku,
Coba kita lakukan, ikhlas dan tulus memberi orang lain dengan sesuatu yang kita butuhkan, demi menutupi kebutuhan orang itu. Bagaimana rasanya saudaraku?

Mencari Mutiara di Dasar Hati seri 1 oleh Muhammad Nursani

Jangan Pernah Memandang Rendah Siapapun!

Silahkan di klik link berikut.
http://www.youtube.com/watch?v=9lp0IWv8QZY

Susan Boyle, ketika dia naik ke panggung, tidak ada seorang pun di ruangan itu yang tidak memandang sebelah mata, atau tidak mencibir.

Setiap ucapannya ditanggapi dengan pandangan sinis dan mengejek oleh penonton. Impiannya untuk menjadi penyanyi sukses seperti Ellen Page, langsung menghadirkan sorotan close-up kamera ke muka-muka sinis penonton…

After she “blows” up…world suddenly knowing her amazing voice…180 degree, the change of the audience..

Alhamdulillah, Allah selalu menghadirkan ilmu dan hikmah di kejadian di sekitar kita..

Ampuni aku Ya Allah jika aku pernah merendahkan pandanganku pada seseorang..
Ampuni aku jika aku pernah mengangkat daguku di hadapan seseorang..
Ampuni aku jika berkata seperti Iblis, “Aku lebih baik darimu”…

Astaghfirullohal’azhim alladzii laa ilaaha illa anta..astaghfiruka wa atuubu ilaiih..

Tentang Waktu

Waktu mengubah semua hal, kecuali kita

Kita harus melakukan perubahan kita sendiri.
Waktu hanya menjadikan sebagian besar dari kita – menua, tetapi belum tentu menjadikan kita lebih bijak dan lebih baik..

Nilai dari waktu hanyalah sebanding dengan pengunaannya.
Bila Anda gunakan,
Anda akan diuntungkan;
bila tidak maka apakah waktu akan perduli?

Tidak ada harga yang bisa ditetapkan atas waktu – dan Anda tidak harus membelinya, tetapi waktu itu sangat berharga.
Waktu itu bukalah milik Anda – Anda tidak dapat menyimpannya, tetapi Anda dapat mengunakannya untuk keuntungan Anda.

Bila Anda tidak menggunakanya – mungkin tidak akan langsung terlihat kerugian Anda,
tetapi waktu juga yang akan menunjukkan kepada Anda semua kebaikan yang seharusnya menjadi hak Anda.

~ Time Change Everything Except Us ~

Kata bapak Mario Teguh..

Kalau ini kata saya..

Seperti peribahasa orang Sunda,

kaduhung mah pasti di tukang,
moal mungkin di hareup,
kecuali nungtun domba terus disuruduk..
kaduhung naha bet aya dihareupun domba..

Menyesal pasti di belakang,
tidak mungkin di depan,
kecuali kita sedang menuntun domba dan diseruduk,
kita pasti nyesel, “kenapa saya di depan domba…..?”

So,
jangan biarkan sedetikpun berlalu dalam hidup kita tanpa ilmu kita bertambah,
jangan biarkan sedetikpun berlalu dalam hidup kita tanpa ada manfaatnya,

Agar tidak pernah ada penyesalan yang terucap dari bibir, hati, pikiran, dan jiwa kita di masa depan nanti..atau bahkan di akhirat nanti…
naudzubillahi mindzaalik..

Bayangkan Jika Kita Harus Berdo’a Seperti Ini!

Bayangkan Jika Kita Harus Berdo’a Seperti Ini!

“Ya Allah, kedipkanlah mata ini dengan kecepatan 6 kedipan/detik, dan kalau kira-kira seret, keluarkanlah air mata dari kelenjar air mata, secukupnya saja Ya ALLah, jangan banyak-banyak. Dan Ya ALLAH keluarkan air mata yang bening dan transparan,jangan yang keruh…

Ya ALLAH, kalau aku ingin ke wc, buatlah sinyal untuk memberitahu aku, supaya aku tidak kababayan(BAB di celana-sunda-) atau beser. Kalau aku kelelahan buatlah aku menguap (heuai) sebagai tanda agar aku segera istirahat. Dan kalau lagi tidur, matanya meremin Ya ALLAH, jangan dibellototin..nanti orang yang ngeliat takut Ya ALLAH..

Ya ALLAH tolong detakkan jantungku kira-kira 120 kali setiap menit, jangan cepet-cepet Ya ALLAH, biar ngga cepet rusak..

Ya ALLAH reaksikanlah Oksigen dari udara menjadi CO2 dan H2O di dalam paru-paruku, jangan sampe jadi gas yang laen..dan jangan sampai salah masuk ya ALLAH darah yang banyak Oksigennya.

Ya ALLAH pisahkanlah protein, lemak, dan karbohidrat dalam perutku ya ALLAH jangan sampai salah treatment. Pisahkanlah racun yang ada di dalam makanan agar tidak diserap oleh tubuhku.

Ya ALLAH kalau tubuhku terluka, bekukanlah darah yang keluar dari nadiku. Tutuplah lukanya dengan fibrinogen, agar kulitku merekat kembali ya ALLAH.

Ya ALLAH bersihkanlah darah yang mengandung di tubuhku di dalam hatiku ya ALLAH.

Ya ALLAH aturlah frekuensi yang bisa didengar olehku proporsional ya ALLAH, tidak segala kedenger…Jangan sampe suara Jin di sekitarku terdengar..Takut dong Ya ALLAH..klo lagi sendiri, tiba tiba ada yang ngomong di belakang…

Ya ALLAH, lindungilah diriku kalau aku sedang tidur, jangan sampai ada binatang yang masuk ke dalam tubuhku ketika tidur…

Ya ALLAh berikanlah aku makan setiap hari, dan jangan sampai aku tidak berpakaian..

Ya ALLAH, jangan sampai alisku tumbuh memanjang seperti rambut dan kukuku, sebab repot ya ALLAH motong alis yang gondrong…gigi juga ya Allah..masa saya tiap bulan harus nyukur gigi…ngga ada tukang cukur gigi ya Allah…

Ya ALLAH, kalau aku sedih, buat aku menangis, kalau aku gembira buat aku tertawa dan tersenyum, jangan sampai ketuker ya ALLAH..

Dan seterusnya, dan seterusnya….

Mungkin, dan PASTI ini mah….hanya untuk meminta kebutuhan kita yang paling dasar saja kita bisa berdo’a seharian…

Dan ternyata, tanpa kita minta pun ALLAH selalu memenuhi kebutuhan kita, ALLAH selalu melindungi kita…

MAKA NIKMAT ALLAH YANG MANA LAGI YANG AKAN KITA DUSTAKAN….?

Bersyukur, bersyukur, dan teruslah bersyukur…..!
Pasti ALLAH tambah, tambah, dan tambah, dan terus ditambah……

Didaytea!

Jangan Pernah Kalah

“Bersungguh-sungguhlah dengan kehinaanmu, niscaya Ia menolongmu dengan kemuliaan-Nya. Bersungguh-sungguhlah dengan ketidakberdayaanmu, niscaya Ia menolongmu dengan kekuasaan-Nya. Bersungguh-sungguhlah dengan kelemahanmu niscaya Ia menolongmu dengan kekuatan-Nya.” (Ibnu ‘Athailah)

Saudaraku,

Suatu ketika, mungkin kita pernah berpikir, betapa berat dan kerasnya perjalanan hidup ini. Saat hati kita seolah tak mampu lagi menahan beban masalah. Saat kita merasa lunglai, lemah dan berat melangkahkan kaki, merasa tak kuat dan bingung menghadapi berbagai suasana hidup yang sulit dan berat. Ketika kita tak lagi merasa mampu berdiri menopang beban berat yang harus dipikul.

Tidak. Itu bukan tanda-tanda kelemahan yang patut disesali. Sebab manusia memang diciptakan dalam keadaan serba lemah. Tapi Allah berjanji tidak akan menimpakan beban masalah kepada seseorang, di atas kemampuan orang tersebut untuk memikulnya.

Buya Hamka pernah mengatakan bahwa tingkat cobaan iman itu tak ubahnya dengan anak tangga yang bertingkat-tingkat. Tiap satu anak tangga dinaiki, datang dari bawah suatu pukulan hebat mengenai tubuh orang yang mendaki. Kalau tangannya kuat bergantung, kalau kakinya kuat berpijak, dan kalau akal pikirannya tetap waspada, pukulan itu malah akan mendorong menaikkannya ke anak tangga yang lebih tinggi. Tapi kalau tangannya lemah, kakinya tidak kuat, akalnya hilang, pikirannya kusut, maka pukulan itu akan dapat menjatuhkan dan merobohkannya. Yang paling disayangkan, kalau robohnya tidak hanya satu dua buah anak tangga ke bawah, tapi jatuh ke anak demi anak tangga di bawahnya yang sangat banyak. Bahkan karena lemahnya, seseorang bisa sulit bangkit lagi.

Dalam ungkapan yang lain Imam Hasan AL Basri mengatakan, “Ketika badan sehat dan hati senang, semua orang mengaku beriman. Tetapi setelah datang cobaan barulah diketahui benar tidaknya pengakuan itu. Orang yang ingin permintaannya cepat terkabul hari ini dan tidak sabar menunggu, itulah orang yang lemah iman.”

Saudaraku, coba renungkan

Memang, ada orang pintar yang hidupnya miskin, orang bodoh yang hidupnya kaya raya, pembela kebenaran hdup terisolir, orang kafir memiliki harta benda,berbidang-bidang tanah, orang Islam jadi penyapu jalanan.

Tapi, renungkan lagi, saudaraku

Nabiyullah Ya’qub harus kehilangan anaknya, Yusuf yang sangat dicintainya. Bertahun-tahun kemudian hilang pula adiknya yang bernama Bunyamin. Ketika anak yang kedua itu hilang, karena ditangkap oleh wakil raja Mesir yang sebenarnya adalah Yusuf sendiri, Ya’qub tetap tidak putus asa berharap pada Allah. Dia hanya menerima kejadian itu dengan harapan yang lebih besar, “Semoga Allah mengembalikan anak-anakku itu semuanya.” (QS. Yusuf:83). Katanya lagi, “Sabarlah yang lebih baik, dan kepada Allah lah tempat minta tolong.” (QS. Yusuf:18).

Bagaimana penderitaan Nabiyullah Yusuf as sendiri? Ia tidak disukai saudara-saudaranya sejak kecil. Bahkan dilempar ke dalam sumur yang gelap gulita. Diperdagangkan sebagai budak belian. Lalu dijebloskan ke penjara meski ia tak pernah melakukan kejahatan sedikitpun.

Lihatlah Nabiyullah Musa as. Ia dilahirkan dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Dikirimkan dalam sebuah peti oleh ibunya di sungai Nil karena takut dibunuh raja Fir’aun. Setelah besar diutus menjadi Nabi, dan sekian lama menumpang dirumah ayah angkatnya sendiri, Fir’aun. Setelah itu datang petunjuk dari Allah bahwa ayah angkat itulah musuhnya.

Allah juga membebani kehidupan yang sungguh berat pada Nabi Musa as. Dari keluarga miskin dan dari bangsa yang miskin, menempuh perjuangan diantara kekafiran yang sangat kuat dan besar.

Lihat juga, Nabiyullah Ibrahim as. Cobaan apa yang melebihi cobaan yang menimpa kekasih Allah itu? Imannya diuji dengan ujian yang beratnya tidak ada tandingnya. Diperintahkan untuk menyembelih anak kandung sendiri.

Mana yang lebih besar penderitaan dengan penderitaan Nabi Adam as? Bersenang –senang dalam surga bersama istrinya,tapikemudian diperintahkan untuk keluar dari surga.

Di mana kesulitan kita dibandingkan penderitaan Nabi Nuh as yang menyeru umatnya, tapi anak dan istrinya sendiri tidak mau menjadi pengikutnya? Bahkan ketika Allah memerintahkannya untuk naik perahu, anaknya tetap menolak dan akhirnya tertelan dalam gulungan banjir. Isa Al Masih as pun seperti itu. Rasulullah Muhammad saw lebih tinggi lagi.

Pernahkah mereka mengeluh? Tidak. Mereka yakin bahwa iman kepada Allah memang menghendaki perjuangan, pengorbanan sekaligus keteguhan hati. Mereka tidak terlalu menuntut kemenangan lahir, karena mereka selalu menang di dalam bathin. Mereka memikul beban berat, menjadi Rasul Alllah, memikul perintah Allah, dan karena itulah mereka tempuh kesulitan. Pertama, untuk membuktikan kecintanya pada Allah, dan kedua untuk menggembleng bathinnya agar menjadi semakin kokoh.

Saudaraku,

Di situlah tersimpan kekuatan iman. Tanpa kekuatan iman, sujud dan ruku’ menjadi kering. Karena sesungguhnya ia hanya laksana dahan yang berasal dari batang keimanan. Dahan akan kurus, daun akan kering, bila batang tak memiliki akar yang kuat, kokoh dan tak mudah goyah diterpa angin dan badai. Dahan dan ranting sangat tergantung oleh suplai makanan dari batang dan akar. Batang dan akar itulah substansi iman.

Saudaraku, sekali lagi

Jangan pernah kalah oleh beratnya cobaan hidup. Tidak semua permintaan kita harus dikabulkan. Karena Allah lah yanglebih mengenal bathin kita dari pada kita sendiri. Imam Ibnul Qayyim memberi pemisalan, seperti seorang anak kecil yang bersedih karena belum pantas diberi uang melebihi kekuatan akalnya, padahal belum tentu ia bahagia bila permintaannya terkabul. Teka-teki hidup ini sangat banyak. Jangan menyangka Allah lemah menolong hamba-Nya.

Saudaraku,

Lalu, kapan dan bagaimana pertolongan dan bantuan Allah itu? Ibnu Athaillah memberi pengarahan yang sangat bagus dalam hal ini. “Tampilkan dengan sesungguhnya sifat-sifat kekuranganmu niscaya Allah menolongmu dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Bersungguh-sungguhlah dalam kehinaanmu, niscaya Ia menolongmu dengan kemuliaan-Nya. Bersungguh-sungguhlah dengan ketidakberdayaanmu, niscaya Ia menolongmu dengan kekuasaan-Nya. Bersungguh-sungguhlah dengan kelemahanmu niscaya Ia menolongmu dengan kekuatan-Nya.

Pertolongan, bantuan, dukungan dan kemenangan dari Allah itu pasti. “Adalah hak bagi Kami menolong orang-orang beriman.” (QS. Ar Ruum : 47). Sedetikpun Allah tak pernah meninggalkan hamba-Nya yang beriman. Dan, jika Ia berkehendak, tak ada yang dapat menghalangi turunnya pertolongan dan bantuan-Nya. Masalahnya hanya ada pada proses turunnya pertolongan dan bantuan itu. Karenanya, sekali lagi, jangan pernah kalah oleh cobaan.
(Mencari Mutiara di Dasar Hati)


didaytea!