Teori
Beberapa hari lalu ada berita di media setempat, bahwa ada beberapa orang, bahkan belasan orang yang dilarikan ke rumah sakit karena sakit perut yang disebabkan oleh kebanyakan makan di malam pertama Ramadhan. Dan, ternyata menurut media tersebut, kejadian ini diperkirakan berlangsung sepanjang bulan Ramadhan.
Hakikat puasa itu seharusnya menghapus jatah makan siang, bukan merapel makan siang dan makan malam di satu waktu dalam rangka menebus lapar selama siang hari.
Puasa itu memang dari subuh sampai magrib.
Tapi hakikatnya juga sebagai program pelatihan pengendalian hawa nafsu manusia.
Persiapan untuk bisa mempraktekkannya di kehidupan yang nyata sebelas bulan sesudah Ramadhan.
Sejak saya melaksakanan ibadah puasa, bulan ramdhan itu identik dengan makanan makanan istimewa. Kolek pisang, kolek labu/blewah, es campur, beraneka macam kurma, asinan, rujak cuka, dan beragam jenis makanan- makanan manis, sudah dipastikan akan disajikan di atas meja makan keluarga Indonesia.
Tidak salah sih. Karena momen seperti itu hanya datang setahun sekali.
Yang salah itu tentunya yang berlebihan. Yang ketika adzan tiba langsung melahap semua makanan manisyang tersaji di atas meja makan.
Idealnya ber buka itu minum air putih satu atau dua gelas, beberapa butir kurma, atau makanan dan minuman manis secukupnya saja. Setelah itu bersegeralah untuk sholat Maghrib di mesjid.
Menyantap makanan utama sebaiknya setelah shalat tarawih, dan kalau pun rasa lapar sudah tidak tertahankan, paling cepat setengah jam setelah adzan Maghrib, untuk memberi kesempatan sistem pencernaan kita beradaptasi.
Dua hari yang lalu teori ini saya langgar seratus persen.
Alasannya ya sangat jelas. Saya tidak bisa mengendalikan diri saya. Biasanya sih kami paling cepat makan malam setengah jam sebelum sholat Isya. Tapi malam itu istri saya sudah menyiapkan makanan utama.
Ketika waktu berbuka saja saya sudah menyantap es campur dan beberapa butir kurma Mabroom, sejenis kurma yang lumayan mahal. Teksturnya kenyal, legit ketika digigit, dan tidak terlalu manis.
Semangkok es campur pun licin tandas saya habiskan dalam sekejap saja, karena hari itu saya tidak sempat sahur karena kesiangan.
Ketika saya tiba dari mesjid, setelah sholat maghrib, ternyata sudah tersaji masakan- masakan yang ajaib.
Tahu goreng.
Ikan asin goreng.
Sayur Lodeh.
Sambel Terasi.
Pete bakar.
Sayur lodeh.
Tadinya sih saya bisa menahan diri, walau pun hanya untuk beberapa detik saja. Saya bertekad untuk makan selepas sholat Tarawih. Tapi saaya tidak kuasa lagi ketika aroma sayur lodeh dan sambel terasi merasuk ke dalam syaraf- syaraf di dalam hidung saya.
Tapi, siapa yang tidak tergoda jika melihat menu semacam itu sudah tersaji di depan mata?
Hehehe.
Selanjutnya, saya langsung lepas kendali untuk langsung menyantap masakan- masakan ajaib itu.
Sampai nambah tiga kali!
Ajaib tentunya, karena tidak pernah ada yang menyangka dan menduga kalau menu semacam itu bisa tersaji di rumah keluarga yang tinggal di negara Timut Tengah, yang notabene berada di tengah gurun, dan hanya orang Indonesia saja yang mengenalnya.
Akibat Buruk
Akibat lepas kendali itu, saya kamerkaan (kekenyangan).
Dan akibat yang lebih buruk lagi, saya hanya bisa terbaring lemah ketika adzan Isya.
Sholat Tarawih pun untuk pertama kalinya saya lewatkan di bulan Ramadhan tahun ini.
Waspdalah dengan godaan makanan dan hawa nafsu kita.
Waspadalah!
Waspadalah!
Diday Tea
16072013 08:14
Aih, di Qatar ada pete juga ya? 😀
Jengkol juga ada loh… 😀
Aih, iyakah? Jadi berasa nggak jauh dari tanah air dong ya.. 😀
Iya sekali..Alhamdulilah.. 🙂