Merantau Itu Indah


“Hidup merantau akan sangat menyenangkan jika kita bisa membangun hubungan persaudaraan yang baik dengan tetangga dan komunitas kita”

“Om, kata Papah nanti malem gabung ya, ikutan nonton bareng sama penduduk gang Mangga, sekarang kan final!” Ajak seorang gadis belia  yang sudah beranjak remaja sambil ikut melangkahkan tubuh semampainya disampingku.

“Insyaallah ya, Om masih cape nih, tadi abis lembur langsung lanjut kuliah!” Jawabku sambil melangkah sedikit gontai, karena hari itu sangat melelahkan.

“Ohhh..gitu. Ya udah, Neng bilang deh nanti sama Papah. Om istirahat dulu aja, biar nanti malam bisa gabung. Daahhh…!” Gadis anak tetanggaku itu melambaikan jemari lentiknya sambil berlari membawa tikar dan sebuah termos.

Akhirnya hanya sebentar kutengok acara nonton bareng itu, karena mata ini sudah tidak kuat lagi menahan kantuk. Aku pamit pulang kepada semuanya, bahkan sebelum pertandingan dimulai. Ah, bagiku sudah cukup, asal sudah menampakkan diri saja di depan penduduk gang Mangga, sebutan untuk gang tempat tinggalku di komplek perumahan itu.

Ketika sampai di rumah, ternyata rasa kantuk itu malah hilang lenyap tak berbekas.

Ketika riuh rendahnya teriakan histeris dan sorak sorai tetangga- tetanggaku membahana dan bergema sampai ke pintu kamarku, aku hanya teronggok pasrah dan kelelahan di atas sehelai kasur Palembang tipis berwarna biru seharga dua ratus ribu itu.

Ketika teriakan kecewa pendukung Perancis bergema lagi di pintu kamarku karena Italia berhasil menyamakan kedudukan, aku hanya bisa terkaget- kaget dan memandangi screensaver layar monitor CRT 14 inciku dengan tatapan kosong.

Ketika teriakan mereka menderu semakin kencang, karena ternyata pertandingan harus diselesaikan dengan adu penalti, aku hanya terduduk dan mengintip dari balik jendela kamarku yang malam itu terasa gerah luar biasa. Kulihat belasan keluarga berkumpul dan berteriak- teriak histeris karena tegangnya adu pinalti yang akhirnya dimenangi negeri para Gladiator.

Aku tak bisa keluar rumah dan bergabung dengan mereka, karena besok aku sudah harus bekerja lagi. Aku harus memanggil rasa kantukku lagi agar bisa tidur secepatnya.

Ketika sedang melamun dan setengah tidur, tiba tiba ada yang membunyikan pagar depan rumahku. Ternyata si Neng itu lagi.

“Om, ini buat Om!” Katanya sambil menyodorkan baki berisi gorengan, dadar gulung dan segelas teh  manis yang masih mengepulkan asap.

“Waahh…Makasih banyak ya!” Aku ambil saja cemilan dan gelas teh manis itu. Kukembalikan baki itu.

“Italia yang menang Om, adu pinalti loh!” Kata si Neng dengan semangat. Padahal dia juga harus sekolah, tapi aku heran,kuat juga dia begadang sampai hampir subuh.

“Oya, waah..berarti tim jagoan Om menang dong?” Jawabku dengan antusias.

“Iya tuh Om, Italia memang hebat, ada Del Pieeero sih!” Si Neng menjawab lagi dengan suaranya yang sedikit melengking.

“Ya udah deh, met istirahat ya Om, Neng mau bantuin Mamah sama Papah beres-beres dulu!” Pamitnya.

“Iya nih, Om juga harus tidur cepet- cepet nih, besok harus kerja lagi!” Jawabku sambil berlalu ke dalam rumah.

Hampir semua penduduk di kompleks perumahan itu adalah pendatang.

Suasana di sana sudah tidak seperti perumahan yang identik dengan egoisme penduduknya yang tidak mau kenal dengan tetangga sebelah.

Kebanyakan mereka memulai hidup dan beranak pinak di sana sejak tahun delapan puluhan, jadi walau pun strukturnya sama seperti kompleks perumahan lainnya tapi persaudaraan di antara tetangga sudah sangat erat, sudah hampir sama seperti di daerah asal masing- masing saja.

Di gang itu, hanya aku yang bujangan. Karena aku mengontrak rumah sendiri dan tidak ngekos seperti teman- teman kerjaku yang masih belum menikah.

Tapi aku tidak merasa sendirian, aku seperti memiliki keluarga yang sangat besar.

Si Neng depan rumah dan keluarganya sudah seperti keluargaku sendiri. Pak RT sebelah rumah juga sudah seperti ayah sendiri yang selalu membimbing dan mengayomi warga yang lain. Penjual Nasi goreng dan pemilik warung di ujung jalan pun sudah sangat akrab, sudah seperti koki pribadi saja yang bisa dipesan makanan kapan pun aku lapar, bisa diutangin pulsa kapan pun aku mau.

Hampir semua bapak- bapak di gang itu kenal denganku.

Setiap Minggu, selalu ada acara pengajian rutin dari gang ke gang, dari blok ke blok di seluruh komplek perumahan itu.

Ah, selain panas dan gerahnya kota Cilegon, selebihnya hampir tidak ada yang berbeda dengan Bandung, kota kelahiranku. Bedanya hanya aku jauh dari Bapak, Ibu dan Adik- adikku. Itu pun hampir setiap minggu aku bisa bertemu mereka.

Orang Sunda cenderung lebih senang tinggal di “kandang”. Ketika akan pergi ke Cilegon pun, orang tuaku pada awalnya kurang setuju.

Bahkan ada sindiran satir kalau hampir semua orang Bandung punya keinginan yang sama, lahir di Bandung, sekolah di Bandung, kerja di Bandung, menikah dengan orang Bandung, punya rumah di Bandung, beranakpinak di Bandung, dan kelak jika sudah meninggal pun ingin dikubur di Bandung.

Sempat ada keraguan yang terbit di hati, dan ketakutan yang timbul di diri, karena aku akan berangkat merantu, bekerja ke tempat yang sama sekali belum pernah kukunjungi sebelumnya.

Alhamdulillah, ternyata merantau itu indah. Allah memberiku jodoh di perantauanku yang pertama.

Alhamdulillah lagi, setelah hampir tujuh tahun di Cilegon, empat tahun lalu Allah mentakdirkan aku merantau lebih jauh lagi, kali ini sampai ke Timur Tengah. Merantau kuadrat, karena kali ini sangat jauh, ribuan kilometer dari Bandung. Dan Allah pun melimpahkan lebih banyak lagi rejeki dan banyak hal yang tidak pernah kumimpikan sebelumnya.

Hidup merantau, jauh dari kampung halaman, berpindah dari tempat kelahiran itu tidak seburuk dan sesulit dari yang kupikirkan sebelumnya.

Merantau itu bagus untuk melakukan akselerasi di kehidupan kita.

Merantau itu sangat bagus untuk mempersiapkan masa tua kita yang lebih baik.

Merantau itu menggoreskan lebih banyak warna untuk cerita kehidupan kita.

Merantau akan selalu menyenangkan jika kita bisa memiliki dan membangun hubungan persaudaraan yang baik dengan tetangga dan komunitas di mana kita berada.

Merantau pasti akan membuat hidup kita lebih hidup.

Mari kita merantau!

 

www.didaytea.com

Iklan