Musyawarah akan lebih “mengasyikkan” bila kita mampu berbicara tanpa keraguan, menyampaikan pendapat dengan santun dan lembut, penuh data dan fakta serta tidak menyerang atau menjatuhkan.
Saudaraku, ada tiga prinsip yang akan membuat hidup kita terasa lebih indah dan bahagia. Rumus tersebut adalah jujur, akur dan syukur.
Siapa pun yang mampu mempraktikkannya, maka ia akan menjadi manusia paling bahagia di dunia. Dan, kita tidak bisa menuntut orang lain melaksanakan tiga prinsip tersebut, sebelum kita sendiri berinisiatif mengamalkannya terlebih dahulu.
Berkaitan dengan prinsip akur, ada satu keterampilan yang harus kita miliki, yaitu “musyawarah”. Musyawarah adalah cara efektif melahirkan kemenangan bersama, cara paling bijak untuk menyelesaikan masalah dan cara tepat untuk bersinergi.
Setidaknya, ada sembilan resep musyawarah yang bisa kita jalankan. Ke-9 resepn itu adalah:
[1]. Sadar realitas. Saudaraku, sesuatu yang ideal harus berpijak pada realitas. Kita harus sadar bahwa tiap orang pasti berbeda. Entah itu berbeda cara pandang, latar belakang, kepentingan ataupun keinginan. Tidak mungkin semua orang sama. Dengan menyadari realitas, kita akan terbuka untuk melakukan musyawarah demi mendapatkan hal yang ideal dan membawa kemaslahatan bersama.
[2]. Niat dan tekadkan musyawarah sebagai sarana mencari solusi terbaik. Musyawarah harus membawa manfaat dan menjadi solusi terbaik untuk bersama. Bukan solusi terbaik bagi sebagian satu pihak.
[3]. Berani duduk bersama. Orang yang berselisih atau beda pendapat biasanya tidak mau bertemu. Mereka bersikukuh dengan pendapatnya sendiri. Bila kondisi ini terus dipertahankan, sampai kapan pun masalah tidak akan terselesaikan, justru akan menambah masalah baru. Jadi, musyawarah harus dilandasi “spirit pertemuan”. Perdamaian di Aceh misalnya, tidak akan pernah terwujud andai GAM dan pemerintah RI tidak mau duduk bersama.
[4]. Miliki keterampilan mendengarkan. Musyawarah akan berjalan baik bila setiap orang memiliki kemampuan untuk mendengarkan. Mendengarkan di sini bukan mendengar untuk menyerang. Namun mendengarkan untuk memahami. Rumus pemoceng bisa digunakan. Artinya, yang boleh berbicara adalah orang yang memegang pemoceng, yang lain harus mendengarkan. Keterampilan mendengarkan akan melahirkan rasa saling menghargai.
[5]. Miliki keterampilan menjelaskan. Musyawarah akan berjalan efektif serta “mengasyikkan” bila kita bicara tanpa keraguan, pendapat disampaikan dengan santun dan lembut, penuh data dan fakta serta tidak menyerang atau menjatuhkan. Dengan cara ini orang akan memahami tanpa tersakiti, terpengaruh tanpa merasa digurui.
[6]. Miliki keberanian untuk mengambil sisi-sisi kebenaran dari alasan orang lain. Hindari menganggap diri paling benar, pendapat kita menjadi harga mati, sehingga menutup diri dari kebenaran yang disampaikan lawan bicara. Di lain pihak, kita pun harus berani mengakui kelemahan diri. Yakinlah, pendapat kita kita tidak akan benar seratus persen.
[7]. Berani menurunkan keinginan ideal untuk mendapatkan posisi ideal bersama. Prinsip win win solution menjadi kata kunci. Semua harus merasa menang. Kita tidak bisa memaksakan kehendak pada orang lain. Kita harus menang tanpa orang lain merasa dikalahkan. Contoh terbaik adalah saat Rasulullah SAW menaklukkan kota Mekah. Tidak ada pertumpahan darah, semua orang merasa dilindungi dan dihargai hak serta harga dirinya. Walau demikian, inilah kemenangan paling fenomenal dalam sejarah.
[8]. Bila kesepakan telah dicapai, berusahalah seoptimal mungkin untuk komitmen. Jangan sampai lempar batu sembunyi tangan. Hasil musyawarah adalah kesempakatan bersama dan harus menjadi tanggung jawab bersama pula. Pantang bagi seorang Muslim untuk mengkhianati komitmen. Rasulullah SAW menyebut orang yang melanggar komitmen sebagai orang munafik. Na’udzubillah.
[9]. Yang tak kalah penting, semua kesepakatan hanya boleh dilakukan dijalan Allah
. Artinya, kita dilarang bersepakat dalam dosa dan kemaksiatan. Tidak ada musyawarah dalam dosa. Saudaraku, standar musyawarah harus menjadi standar keseharian kita. Saat kita senang bermusyawarah, maka kerja akan lebih mudah dan menguntungkan. Persahabatan pun akan makin erat dirasakan. Wallaahu a’lam.