Memupuk Sikap Tangguh

Kita akan salut kepada seorang ibu yang mati-matian mengurus anaknya di tengah kesulitan ekonomi yang menghimpit. Kita akan salut kepada pasukan yang berani mati di medan perang, walau musuh yang dihadapi jumlahnya jauh lebih banyak. Kita akan salut kepada seorang pemimpin yang jujur, sederhana dan berjuang siang malam demi kebaikan orang-orang yang dipimpinnya. Intinya, kita akan salut kepada mereka yang memiliki ketangguhan dalam hidup.

Pertanyaannya, apakah kita termasuk manusia tangguh atau rapuh? Di balik manusia tangguh, biasanya ada banyak manusia rapuh. Dihadapkan pada masalah sepele saja mereka goyah. Lihatlah, ada yang hanya putus cinta, ia bunuh diri. Atau hanya karena tidak disapa tetangga, ia panas dingin dan sakit hati. Maka, mulai sekarang kita harus memiliki keberanian untuk mengevaluasi diri. Apakah kita itu bermental tangguh atau sebaliknya? Kalau sudah mengenal diri, kita harus memiliki program untuk membangun ketangguhan diri.

Saya pernah melihat kontes ketahanan fisik di televisi, yaitu untuk memilih manusia “terkuat” di dunia dari segi fisik. Mereka harus berlari puluhan kilometer, berenang, mengayuh sepeda, mengarungi kubangan lumpur, dan lainnya. Dalam lomba tersebut, terlihat ada orang yang semangatnya kuat, tapi fisiknya lemah. Ada yang semangatnya lemah, tapi fisiknya kuat. Ada yang fisik dan semangatnya lemah. Tapi ada pula yang semangat dan fisiknya sama-sama kuat. Mereka inilah yang akhirnya keluar sebagai pemenang. Ternyata, ketangguhan akan terlihat saat seseorang mengarungi medan ujian. Semakin berat medan ujian, semakin terlihat pula ketangguhannya.

Hidup hakikatnya adalah medan kesulitan sekaligus medan ujian. Separuh hidup kita adalah medan ujian yang berat. Yang akan keluar sebagai pemenang hanyalah mereka yang tangguh, yang mampu melewati setiap kesulitan dengan baik. Dalam Al-Quran, Allah berjanji akan membahagiakan orang-orang sabar dan tangguh mengarungi hidup. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu mereka yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan kepada-Nya kami akan kembali (QS Al Baqarah [2]: 155-156).

Ciri manusia tangguh
Ketangguhan hakiki tidak dilihat dari fisiknya (walau ini penting), tapi dilihat dari keimanannya. Manusia paling tangguh adalah manusia yang paling takwa dan kuat imannya. Boleh jadi tubuh kita lemah, rapuh, bahkan lumpuh, tapi kalau ia memiliki ketangguhan iman, maka kelemahan fisik akan tertutupi.

Orang yang kuat iman, salah satu cirinya adalah tangguh menghadapi cobaan hidup. Kesulitan apapun yang menderanya, tidak sedikit pun ia berpaling dari Allah, malah semakin dekat. Ada lima prinsip yang senantiasa dipegangnya.
Pertama, sadar bahwa kesulitan adalah episode yang harus dijalani. Sehingga ia akan menghadapinya sepenuh hati; tidak ada kamus mundur atau menghindar.
Kedua, yakin bahwa setiap kesulitan sudah tepat ukurannya bagi setiap orang.
Ketiga, yakin bahwa ada banyak hikmah di balik kesulitan.
Keempat, yakin bahwa setiap ujian pasti ada ujungnya.
Kelima, yakin bahwa setiap kesulitan yang disikapi dengan cara terbaik akan mengangkat derajatnya di hadapan Allah. Ada sesuatu yang besar di balik kesulitan yang menghadang. Semakin berat ujian, semakin luar biasa pula ganjaran yang akan diterima.

Sesulit apapun keadaan kita, pilihan terbaik hanya satu: “Kita harus menjadi manusia tangguh”. Jangan putus asa atau menyerah. Bergeraklah terus karena segala sesuatu ada ujungnya. Kesulitan tidak mungkin akan terus mendera kita. Bukankah di balik setiap kesulitan ada dua kemudahan?

( KH Abdullah Gymnastiar )

Tensofales

Tidak peduli seberapa berbakatnya orang, tidak peduli seberapa kompetennya orang, tidak peduli seberapa unggulnya sebuah produk, keberhasilan sulit diraih tanpa keterampilan berkomunikasi.

Tidak diragukan lagi, Rasulullah SAW adalah komunikator terbaik yang ada. Bayangkan, Rasul mampu mempengaruhi jutaan orang hingga 15 abad setelah wafatnya. Kata-kata beliau sangat efektif, menyentuh, mengubah, serta diungkapkan dalam bahasa yang ringan, padat dan jelas.

Ada satu kisah terkenal. Suatu ketika datanglah seorang pemuda untuk masuk Islam. Namun, di sela-sela keinginan tersebut, ia meminta agar Rasulullah SAW tetap mengizinkannya untuk berzina. Marahkan Rasul? Ternyata tidak. Dengan bijak, beliau mengajak pemuda itu dialog.

Wahai anak muda, mendekatlah!” ujar Rasul. Pemuda itu kemudian mendekat. Kemudian beliau bersabda, “Duduklah!” Maka pemuda itu pun duduk.

Sukakah kalau itu terjadi pada ibumu?
Dia menjawab, Tidak. Demi Allah Demikian pula manusia seluruhnya tidak suka zina itu terjadi pada ibu-ibu mereka;.

Beliau bertanya lagi, Sukakah kalau itu terjadi pada anak perempuanmu?
Pemuda itu menjawab seperti tadi. Demikian selanjutnya Beliau bertanya jika itu terjadi pada saudara perempuan dan bibinya.

Rasulullah SAW meletakkan tangannya yang mulia di atas bahu pemuda itu sambil berdoa, “Ya Allah, sucikanlah hati pemuda ini. Ampunkanlah dosanya dan peliharakanlah dia dari melakukan zina Sejak peristiwa itu, tidak ada perbuatan yang paling dibenci oleh pemuda itu selain zina.

Rasulullah SAW mampu menaklukkan lawan bicara tanpa menyakiti. Beliau tetap hormat dan menghargai sang pemuda, walau permintaannya kurang etis. Beliau mampu berempati, sehingga tidak terucap kata-kata menyalahkan. Pesan yang disampaikan pun sangat mudah dimengerti.

Mengapa beliau mampu menjadi seorang komunikator terbaik? Setidaknya ada tiga rahasia kesuksesan komunikasi beliau.

Pertama
Rasul memiliki gaya bicara yang menawan. Gaya bicara Rasul terangkum dalam rumus TENSOFALES. Bicaranyatenang, sopan, fasih, apik, lemah lembut dan secukupnya. Kesempurnaan gaya bicara Rasul sangat dipengaruhi kecerdasan beliau sebagai utusan Allah (fathanah).

Mengapa harus tensofales? Setiap utusan Allah harus siap adu argumen dengan para penentangnya. Harus menjawab pertanyaan-pertanyaan umatnya. Serta harus menghadapi pemikiran dan pelecehan orang-orang munafik. Karena itu, kecerdasan, kekuatan argumen, serta kefasihan beliau harus mengungguli kaum yang didakwahinya. Jika tidak, semua yang disampaikan akan mudah dipatahkan dan diingkari.

Beliau pun diutus pada masyarakat yang memiliki latar belakang ilmu, status sosial, dan spesialisasi berbeda. Ada tokoh agama, politikus, pedagang, orang kaya, fakir miskin, preman, budak, dsb. Semuanya harus diberi argumen agar bisa menerima Islam. Allah SWT berfirman, (Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-Rasul itu. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (QS An Nisaa’ [4]: 165).

Kedua
Isi (content) komunikasi beliau terjamin kebenarannya. Secerdas dan sefasih apa pun orang, tidak akan bertahan lama jika yang diungkapkannya tidak BAL. Yaitu benar, akurat dan lengkap. Ajaran beliau terjamin kebenarannya, tidak berbelit-belit dan rancu, universal serta memenuhi standar kesempurnaan. Setiap ajaran yang tidak sempurna, argumennya pasti akan kabur, lemah, mentah dan mudah dipatahkan. Karena itu, ajaran beliau bisa diterima semua kalangan, masuk akal, menenangkan, dan tidak dibuat-buat. Ada cerdik pandai yang berusaha mencari-cari kelemahan ajaran Rasulullah SAW, namun tak satu pun yang berhasil menemukannya.

Ketiga
Rasul memiliki kredibilitas. Beliau adalah orang tepercaya (Al ‘Amin). Pemuda itu berani meminta izin untuk berzina, karena ia percaya bahwa Rasul adalah sosok yang jujur dan bisa memberikan solusi. Tidak mungkin ada jalinan komunikasi efektif bila orang tidak lagi saling percaya. Beliau pun tidak pernah menganjurkan sesuatu, kecuali telah mengamalkannya terlebih dahulu.

Keempat
Rasul bicara dengan melibatkan hati. Semua perkataan Rasul keluar dari hati yang bersih (qalbun saliim). Hati penuh kasih sayang, kedamaian, dan bersih dari penyakit. Karena itu, kata-katanya memiliki “ruh” sehingga mampu melembutkan hati sekeras batu. Kepintaran dan gaya bicara yang menawan hanya akan menyentuh akal. Hati hanya bisa disentuh dengan untaian kata yang keluar dari hati pula. “Bersihkan dengan segala apa yang kamu bisa, karena Allah telah mendirikan Islam ini di atas kebersihan, dan tidak akan masuk surga melainkan orang-orang yang bersih,” demikian pesan beliau. Wallaahu a’lam.
( KH Abdullah Gymnastiar )

Anger Management

Hanya seorang yang pemarah yang bisa betul-betul bersabar.

Seseorang yang tidak bisa merasa marah -tidak bisa disebut penyabar; karena dia hanya tidak bisa marah.

Sedang seorang lagi yang sebetulnya merasa marah, tetapi mengelola kemarahannya untuk tetap berlaku baik dan adil adalah seorang yang berhasil menjadikan dirinya bersabar.

Dan bila Anda mengatakan bahwa untuk bersabar itu-sulit, Anda sangat tepat; karena kesabaran kita diukur dari kekuatan kita untuk tetap mendahulukan yang benar dalam perasaan yang membuat kita seolah-olah berhak untuk berlaku melampaui batas.

Kesabaran bukanlah sebuah sifat, tetapi sebuah akibat.

Perhatikanlah bahwa kita lebih sering menderita karena kemarahan kita, daripada karena hal-hal yang membuat kita merasa marah. Perhatikanlah juga bahwa kemarahan kita sering melambung lebih tinggi daripada nilai dari sesuatu yang menyebabkan kemarahan kita itu, sehingga kita sering bereaksi berlebihan dalam kemarahan.

Hanya karena Anda menyadari dengan baik -tentang kerugian yang bisa disebabkan oleh reaksi Anda dalam kemarahan, Anda bisa menjadi berhati-hati dalam bereaksi terhadap apa pun yang
membuat Anda merasa marah.
Kehati-hatian dalam bereaksi terhadap yang membuat Anda marah itu lah yang menjadikan Anda tampil sabar.

Kemarahan adalah sebuah bentuk nafsu.

Nafsu adalah kekuatan yang tidak pernah netral, karena ia hanya mempunyai dua arah gerak; yaitu bila ia tidakmemuliakan,pasti ia menghinakan.

Nafsu juga bersifat dinamis, karena ia menolak untuk berlaku tenang bila Anda merasa tenang. Ia akan selalu memperbaruhi kekuatannya untuk membuat Anda memperbaruhi kemapanan Anda.

Maka perhatikanlah ini dengan cermat; bila Anda berpikir dengan jernih dalam memilih tindakan dan cara bertindak dalam kemarahan, nafsu itu akan menjadi kekuatan Anda untuk meninggalkan kemapananAndayang sekarang -untuk menuju
sebuah kemapanan baru yang lebih tinggi.

Tetapi, bila Anda berlaku sebaliknya, maka ke bawahlah arah pembaruan dari kemapanan Anda.

Itu sebabnya, kita sering menyaksikan seorang berkedudukan tinggi yang terlontarkan dari tingkat kemapanannya,
dan kemudian direndahkan karena dia tidak berpikir jernih dalam kemarahan.

Dan bila nafsunya telah menjadikannya seorang yang tidak bisa direndahkan lagi, dia disebut sebagai budak nafsu.

Kualitas reaksi Anda terhadap yang membuat Anda marah, adalah penentu kelas Anda.

Kebijakan para pendahulu kita telah menggariskan bahwa untuk menjadi marah itu mudah, dan patut bagi semua orang. Tetapi, untuk bisa marah kepada orang yang tepat, karena sebab yang tepat, untuk tujuan yang tepat, pada tingkat kemarahan yang tepat, dan dengan cara yang tepat -itu tidak untuk orang-orang
kecil.

Maka seberapa besar-kah Anda menginginkan diri Anda jadinya?

Memang pernah ada orang yang mengatakan bahwa siapa pun yang membuat Anda marah-telah mengalahkan Anda. Pengamatan itu tepat-hanya bila Anda mengijinkan diri Anda berlaku dengan cara-cara yang merendahkan diri Anda sendiri karena kemarahan yang disebabkan oleh orang itu.

Itu sebabnya, salah satu cara untuk membesarkan diri adalah menghindari sikap dan perilaku yang mengecilkan diri.

Kita sering merasa marah karena orang lain berlaku persis seperti kita.

Perhatikanlah, bahwa orang tua yang sering marah kepada anak-anaknya yang bertengkar -adalah orang tua yang juga sering bertengkar dengan pasangannya.

Bila kita cukup adil kepada diri kita sendiri, dan mampu untuk sekejap menikmati kedamaian kita akan melihat dengan jelas bahwa kita sering menuntut orang lain untuk berlaku seperti yang tidak kita lakukan.

Dan dengannya, bukankah kemarahan Anda juga penunjuk jalan bagi Anda untuk menemukan perilaku-perilaku baik yang sudah Anda tuntutdariorang lain,tetapi yang masih belum Anda lakukan?

Lalu, mengapakah Anda berlama-lama dalam kemarahan yang sebetulnya adalah tanda yang nyata bahwa Anda belum memperbaiki diri?

Katakanlah, tidak ada orang yang cukup penting yang bisa membuat saya marah dan berlaku rendah.

Bila Anda seorang pemimpin, dan Anda telah menerima tugas untuk meninggikan orang lain; maka tidak ada badai, gempa, atau air bah yang bisa membuat Anda mengurangi nilai Anda bagi kepantasan untuk mengemban tugas itu.

Ingatlah, bahwa orang-orang yang berupaya mengecilkan Anda itu-adalah sebetulnya orang-orang kecil.

Karena, orang-orang besar akan sangat berhati-hati dengan perasaan hormat Anda kepada diri Anda sendiri.
Bila mereka marah pun kepada Anda, mereka akan berlaku dengan cara-cara yang mengundang Anda untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Sedangkan orang kecil? Orang-orang kecil membuat orang lain merasa kecil agar mereka bisa merasa besar.

Anda mengetahui kebesaran yang dijanjikan untuk Anda. Maka besarkan-lah orang lain.

(Sumber: Mario Teguh, MSTS 13.07.2006)

UNTUK APAKAH UMURKU?

MARIO TEGUH

Malam ini aku menjadi semakin sadar bahwa aku menua, tetapi tetap belum pasti hatiku bahwa aku telah membijak dalam penuaan ini.
Dalam nanar mata hatiku, aku mendengar hatiku sendiri bertanya
untuk apakah keberadaanku,
untuk apakah waktu yang tersedia bagiku,
… untuk apakah umurku?
Sebuah senyum terbentuk di wajahku, yang aku tak tahu untuk apa dan mengapa senyum itu tergurat di pipi-pipi dingin ku.

Kemudian kudengar suara yang dalam,
tetapi yang kedalamannya tidak menenggelamkan,
dan berat, tetapi yang beratnya tidak membebani,
yang bergetar lembut dengan kasih sayang,
yang berkata:
Engkau yang bertanya,
bacalah ini seperti engkau yang aslinya mengatakannya dari dalam hatimu

bahwa aku hidup untuk sesuatu
karena apabila tidak,
maka mengapakah aku selalu bertanya

Akan menjadi apakah aku nanti?

Karena bila aku tidak untuk menjadi apapun
mengapakah aku merasa tertinggal
bahkan saat aku menolak untuk ikut berpacu?

Kelihatannya aku tidak bisa melarikan diri
dari keharusan yang sama dengan semua orang
dan bahkan aku disamakan dengan mereka yang tidak ku kenal dan yang tidak ku pedulikan.

Aku juga disamakan dengan mereka yang ketinggiannya membuatku
bersembunyi dalam bayang-bayang alasanku,

dan aku juga disamakan dengan mereka yang kekayaannya memuakkan aku karena kekayaan itu bukan milikku.

Aku merasa semakin lama semakin harus menjadi petarung di arena yang
tidak ingin aku masuki.

Aku menolak bertanding, aku menolak berlomba.
Aku benar-benar menolak untuk mengambil bagian dalam apa pun,
tetapi mereka tetap menjadikanku pencundang dalam pertarungan yang
tidak aku tarungi.
Aku tidak mau ikut, tetapi mereka tetap memperlakukanku seperti aku tertinggal.

Apakah mereka memintaku untuk menerima hukum yang mereka tetapkan
bahwa aku harus terlibat,
bahwa aku harus bertarung, harus berlomba,
meskipun aku menolak untuk terlibat di dalam semua itu?

Apakah mereka tidak melihat bahwa aku tidak tertarik untuk memenangkan
salah satu atau apa pun dari yang mereka perebutkan?

Tetapi mereka tidak perduli.
Aku tetap disertakan dalam pertandingan mereka, dalam pertarungan
mereka, dan dalam perlombaan mereka.

Aku tidak tertarik untuk memenangkan uang yang mereka perebutkan,
tetapi mereka tetap menghukumku dengan kehidupan yang terbatasi karena aku tidak punya uang.

Aku tidak tertarik untuk memenangkan perlombaan ketinggian yang mereka upayakan pencapaiannya,
tetapi mereka tetap menghukumku karena aku lemah dan tidak berwenang.

Aku tidak tertarik untuk memenangkan kebenaran di atas kemungkaran
yang ribut mereka pertarungkan,
tetapi mereka tetap menghukumku karena aku tidak pernah tahu apakah
aku ini benar atau kapan aku salah.

Dalam perasaan menyerah seperti ini, reka-reka pikiran dan hatiku
seolah berceramah di telingaku yang menolak mendengar.

Tetapi pikiran dan hati ini tetap berbicara, bahwa

Aku tidak bisa lepas dari keharusan untuk menjadi pemain dalam permainan dunia,
aku tidak bisa lari dari keharusan untuk menjadi pelomba dalam
perlombaan dunia,
dan aku tidak bisa mengabaikan peranku sebagai petarung dalam
memenangkan yang benar.

Sekarang,

perlahan aku mulai mengerti, bahwa
Tidak terlibat dan tidak melibatkan diri dalam kehidupan ini adalah keputusan untuk dilibatkan dalam tingkat-tingkat yang rendah
dan yang dilemahkan.

Apakah ini yang selama ini menjadikanku terpinggirkan?

dan … dalam upayaku untuk bertahan

aku bertanya, karena
Bertanya adalah pertahanan terakhir bagi orang yang tidak dapat melawan.

Tetapi pertanyaanku tidak terjawab,
karena itulah jawaban kehidupan bagi jiwa yang hanya bertanya.

Sehingga …

aku tidak lagi dapat melawan aturan keterlibatan dalam kehidupan ini

dan aku juga jadi mengerti
bahwa kehidupan ini tidak akan juga mau mengerti bila aku menyerah.

Bagi kehidupan, penyerahanku adalah pengumuman untuk terlibat dalam kehidupan ini di dalam kelas-kelas yang lemah dan sulit.

Hidup ini …

Tidak terlibat pun, aku tetap diperlakukan seperti petarung.
Tidak melawan pun, aku tetap dikalahkan.
Bila akhirnya aku menyerah pun, aku tetap dilumatkan.

Sekarang …

Aku kebingungan
untuk menemukan cara,
untuk mulai menemukan kekuatan untuk melawan.

Tetapi kemudian ternyata
Cara memenangkan kehidupan ini adalah dengan melibatkan diri dengan kekuatan penuh.

Karena telah terbukti

Bila aku tidak terlibat, aku dilibatkan.
Dan bila aku lemah, aku dilemahkan.

Mungkin bila aku sedikit lebih kuat, aku akan diperlakukan seperti
yang sedikit lebih kuat.

Dan … siapa tahu, kalau aku terlibat dengan kekuatan yang lebih, aku akan
dilibatkan dalam pertandingan bagi mereka yang kuat.

… aku jadi mengerti, ternyata
Kemenangan pertama dalam kehidupan ini adalah ketegasan untuk
memutuskan terlibat dalam kehidupan dengan sebaik-baiknya diriku.

Bila aku menguatkan diriku, aku terhitung sebagai petanding dalam
kelas yang kuat.
Bila aku memberanikan diriku, aku terhitung sebagai petarung dalam
pertarungan bagi mereka yang berani.
Bila aku memandaikan diriku, aku akan terhitung sebagai kontestan
dalam lomba bagi mereka yang pandai
Dan bila aku mendamaikan diriku, aku akan terhitung sebagai pribadi
yang telah jadi.

… dan dalam damai hati ku ini …

perlahan aku menyaksikan bagaimana kehidupan berlaku lebih hormat kepadaku.

Sekarang aku mengerti.

Untuk apa umurku.

Untuk hidup dalam sekuat-kuatnya kehidupan.
Untuk hidup dalam sebesar-besarnya kehidupan.
Untuk hidup dalam setinggi-tingginya kehidupan.
Dan …
Untuk mengutuhkan kehidupan menjadi kehidupan yang damai.

Sekarang …

lebih lengkap pengertianku tentang kekayaan.

Aku kaya bila aku kuat, sehingga kekuatanku berlebih dan menjadi
tenaga bagi mereka yang sedang lemah.

Aku kaya bila aku besar, sehingga kewenanganku memajukan kebaikan dan mencegah terjadinya keburukan kepada saudaraku.

Aku kaya bila aku tinggi, sehingga nilai-nilai yang diajarkan
kehidupan kepadaku dapat menyejukkan bagi saudaraku yang sedang gerah,
mendamaikan bagi saudaraku yang gelisah,
membukakan jalan bagi saudaraku yang merasa buntu,
dan menerangi bagi saudaraku yang perjalanannya sedang kelam dan pekat.

Dan aku menjadi sekaya-kayanya diriku – saat aku menjadi damai dalam
upayaku menjadi penguat, menjadi pelindung, dan menjadi pengangkat
bagi semua petarung dalam kehidupan ini – baik yang bertarung atau
yang tidak, dan terutama bagi aku sendiri.

Karena …

Aku adalah petarung pertama yang kemenangannya penting bagi semua petarung yang kemenangannya penting bagiku.

Engkau semua adalah saudaraku.
Maka kemenanganmu adalah kemenanganku.

Sekarang aku tahu untuk apa umurku.

Umurku adalah untuk memenangkanmu.

Sesuai dengan Rencana Kok Bangga

Perencanaan itu penting, namun hidup tidak sesuai dengan rencana jauh
lebih penting. Sebab hidup ini sangat misteri positif. Allah swt
berfirman; “Mungkin engkau menyukai sesuatu namun tidak baik menurut
Allah dan mungkin engkau tidak menyukai sesuatu namun baik menurut
Allah”

Kalau dilihat dari pesan spiritual tadi, ada sebuah kedsyatan hidup,
yaitu:”Jangan bangga hidup sesuai dengan rencana”. Mengapa tidak boleh
bangga, hidup sesuai dengan rencana? Jawabannya sangat sederhana,
yaitu rencana Allah jauh lebih jitu dibanding dengan rencana kita.

Apabila ada seseorang yang mengajukan pertanyaan lagi:”Kalau begitu
kita tidak usah membuat rencana dong?”. Maka jawabannya adalah:”Harus
punya rencana, sebab hidup tidak punya rencana yang baik, kita tidak
akan pernah tahu bahwa Allah swt akan memberikan rencana dan hasil
yang terbaik dibanding dengan rencana kita yang baik itu”.

Kemudian apa rencana terbaik menurut Allah swt?

Rencana terbaik menurut Allah swt adalah:”Mungkin engkau menyukai
sesuatu namun tidak baik menurut Allah swt dan mungkin engkau tidak
menyukai sesuatu namun baik menurut Allah swt”.

Ada sebuah kisah nyata, beberapa tahun yang lalu seseorang mempunyai
uang deposito Rp. 500.000.000, (Lima ratus juta rupiah) kemudian ada
seseorang yang menawarkan kerjasama mengembangkan perumahan dengan
bagi hasil jauh lebih besar dibanding bagi hasil dari deposito.

Namun, karena sesuatu hal, perumahan ini berjalan tersendat-sendat,
sehingga pemilik uang tidak mendapatkan bagi hasil perbulan yang jauh
lebih besar dibanding ketika disimpan di bank serta sering juga tidak
mendapat bagi hasil dan bahkan pengembangnya meninggal dunia.

Pemilik uang itu sangat marah kepada orang yang menghubungkan dengan
pengembang tadi dan bahkan mengancam akan memperkarakan di pengadilan.
Begitu juga pemilik uang juga marah kepada yang bertanggungjawab
kelanjutan perumahan setelah pimpinannya meninggal, terutama marah
kepada keluarga pengembang yang ditinggalkannya.

Karena sangat marah, kemudian diadakan perjanjian kedua belah pihak,
akhirnya diputuskan bahwa uang tidak bisa dikembalikan dan diganti
dengan beberapa kavling perumahan yang belum jadi, kemudian dihargakan
dengan pinjaman tanpa dihitung bagi hasil.

Sebenarnya pemilik uang agak keberatan, namun karena keadaan yang
tidak memungkinkan maka beberapa kavling rumah itu akhirnya tetap
diterima dengan sisa-sisa goresan keberatan hati.

Akhir-akhir ini, dirinya bersyukur, sebab bank yang selama ini tempat
menyimpan deposito, pemiliknya kabur, dan ribuan nasabah sampai
sekarang uangnya tidak kembali. Mungkin sahabat tahu, akhir-khirnya
ini ada beberapa bank kelas teri yang menjanjikan bunga bank sangat
fantastis dan anehnya yang tertipu sangat banyak dari golongan
terdidik dan berpangkat.

Walaupun sampai sekarang, penggatian uang dalam bentuk kavling rumah
semuanya belum laku terjual, namun ini jauh lebih bagus dibanding
kalau dulunya disimpan di bank dan sampai sekarang uangnya tidak
kembali, walaupun beberapa nasabah sekarang sedang mengajukan ke
pengadilan. Namun, walaupun kepengadilan dan menang, uangnyapun juga
tidak ada.

Terakhir saya dapat kabar, beberapa kavling rumah sudah ada yang akan
membeli dan kalau mau melepas sesuai dengan permintaan konsumen saja,
separuh dari beberapa kavling yang dijual itu sudah sama dengan uang
depositonya. Bagaimana kalau laku semua, tentu dua kali lipat dari
depositonya.

http://amri.web.id